OJK Perpanjang Keringanan Kredit Hingga Februari 2021
Perpanjangan keringanan kredit untuk mengantisipasi ancaman likuiditas perbankan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan memperpanjang program restrukturisasi kredit hingga Februari 2021. Hal ini untuk mengantisipasi ancaman likuiditas industri keuangan yang sempat menjadi kekhawatiran.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan likuiditas perbankan bisa terjaga karena ada sinergi kebijakan antara regulator. “Kebijakan POJK dari awal bisa diperpanjang, kami melihat kami perlu diperpanjang kalau ada yang jatuh tempo sampai Februari tahun depan atau mungkin sampai lebih dari Februari tahun depan tidak masalah, akan kita keluarkan,” ujarnya saat konferensi pers virtual Opening Ceremony Capital Market Summit & Expo 2020, Senin (19/10).
Wimboh memaparkan statistik sektor keuangan menunjukkan likuiditas meningkat, dana pihak ketiga (DPK) tercatat naik 12,88 persen, kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) gross per September tercatat 3,15 persen dan NPL net 1,07 persen, loan to deposit ratio (LDR) per Agustus tercatat 83,16 persen dan rasio kecukupan modal atau current account ratio (CAR) perbankan pada periode yang sama sebesar 23,16 persen.
"Berbagai catatan dan indikator, sektor keuangan kita cukup tahan dari berbagai indikator tadi. Namun demikian, dapat kami berikan catatan, ketahanan ini tentunya sangat bisa mempertahankan ke depan, sangat tergantung dari berapa lama Covid dapat kita atasi," ucapnya.
“Bersama BI bersepakat, dan BI telah menurunkan berbagi kebijakan moneter dan fiskal, Giro Wajib Minimum (GWM) diturunkan dan pemerintah melakukan spending yang agresif yang sudah jadi UU Nomor 2/2020," ucapnya.
Adapun UU Nomor 2 adalah UU tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi UU.
“Untuk defisit anggaran lebih dari 3 persen sampai ada Rp 695,2 triliun, dalam program pemulihan ekonomi nasional. Likuiditas jadi cukup perbankan," ucapnya.