Bandara Indonesia akan Masif Manfaatkan EBT
Seluruh bandara di Indonesia akan menggunakan pembangkit listrik tenaga surya.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bandar udara di Indonesia akan secara masif memanfaatkan energi baru dan terbarukan (EBT) khususnya energi surya. Selain juga menerapkan konservasi energi secara berkelanjutan.
Hal tersebut ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM bersama Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, PT Angkasa Pura I (Persero), dan PT Angkasa Pura II (Persero), di Jakarta, Kamis (22/10).
Keterangan yang dikutip dari laman Ditjen EBTKE Kementerian ESDM di Jakarta, Jumat (23/10), menyebutkan penandatanganan MoU tentang Penerapan Konservasi Energi dan Pemanfaatan Energi Terbarukan Secara Berkelanjutan pada Bandar Udara itu sebagai wujud sinergitas guna menggenjot pemanfaatan EBT dan penerapan konservasi energi.
Penandatanganan dilaksanakan secara langsung dengan standar protokol Covid-19 yang ketat oleh Direktur Jenderal EBTKE FX Sutijastoto, Direktur Jenderal Perhubungan Udara Novie Riyanto, Dirut Angkasa Pura I Faik Fahmi, dan Dirut Angkasa Pura II Muhammad Awaluddin di tempat terpisah.
Kerja sama ini akan melahirkan berbagai program sebagai upaya peningkatan efisiensi penggunaan energi sekaligus menerapkan energi terbarukan pada bandara-bandara di bawah pengelolaan Ditjen Perhubungan Udara maupun Angkasa Pura I dan II.
"Nota kesepahaman ini diharapkan bisa menjadi landasan bagi Ditjen EBTKE selaku instansi yang bertugas merumuskan kebijakan dan melaksanakan pembinaan di bidang energi baru terbarukan dan konservasi energi, yang kemudian disinergikan dengan tugas Ditjen Perhubungan Udara serta Angkasa Pura I dan II," tutur Dirjen Toto, sapaan Sutijastoto.
Ditjen EBTKE menjalankan tugas untuk terus mendorong dan membina para pengguna energi supaya melaksanakan konservasi energi.
Banyak hal bisa dilakukan dalam rangka meningkatkan efisiensi penggunaan energi khususnya bangunan gedung, antara lain menerapkan sistem manajemen energi dan memanfaatkan sumber energi terbarukan seperti surya.
"Konsumsi energi nasional didominasi energi fosil yang cadangannya semakin terbatas. Usaha-usaha konservasi energi perlu digiatkan untuk menjadi solusi yang tepat dalam menghadapi krisis pasokan energi. Menghemat listrik 1 watt lebih cepat dan murah daripada memproduksi listrik satu watt," jelas Toto.
Angkasa Pura I dan II melaksanakan pengelolaan bandara-bandara komersial di Indonesia dengan permintaan energi yang besar apabila dibandingkan gedung lain seperti hotel, perkantoran, dan pusat perbelanjaan.
Sementara, Ditjen Perhubungan Udara juga mengelola bandara dengan jumlah yang lebih banyak, sehingga apabila dilakukan efisiensi energi sedikit saja, maka hasil yang didapatkan cukup signifikan.
Selain itu, bandara-bandara tersebut juga memiliki potensi luasan lahan maupun atap bangunan yang memungkinkan dipasang pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).
"Oleh karena itu, potensi ini harus dimanfaatkan secara maksimal agar bisa menjadi penyuplai energi listrik yang ramah lingkungan bagi bandara, sekaligus bisa mengurangi beban tagihan listrik kepada PLN," ujar Toto.
Ruang lingkup MoU antara Direktorat Jenderal EBTKE dan Ditjen Perhubungan Udara meliputi kegiatan kajian, asistensi, dan pertukaran informasi dalam rangka penerapan konservasi energi dan pemanfaatan energi terbarukan secara berkelanjutan pada bandara.
Sementara, MoU Ditjen EBTKE dengan Angkasa Pura I dan II meliputi pelaksanaan penelitian, pertukaran informasi dan pengembangan teknologi terkait konservasi energi di bandara; pemanfaatan energi terbarukan di bandara; peningkatan efisiensi energi di bandara termasuk di dalamnya manajemen energi dan kontribusi penurunan emisi gas rumah kaca (GRK); dan green airport/eco airport atau bandara ramah lingkungan.