Tingkat Stres Bisa Diungkap Lewat Kotoran Telinga
Tes terhadap kotoran telinga bisa berikan gambaran tingkat stres seseorang.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kotoran telinga ternyata dapat menjadi "jendela" menunju kesehatan mental. Tes yang dilakukan terhadap kotoran telinga dapat memberikan gambaran mengenai tingkat stres seseorang.
Hormon kortisol kerap disebut sebagai hormon stres. Kadar kortisol seseorang dapat diketahui melalui pemeriksaan darah. Akan tetapi, pemeriksaan darah itu sendiri bisa memicu stres pada sebagian orang. Kondisi ini berpotensi memberikan positif palsu.
Dr Andres Herane-Vives dari University College London Institute of Cognitive Neuroscience sempat melakukan sebuah studi terkait pengukuran kadar kortisol melalui folikel rambut. Untuk melakukan tes ini dibutuhkan rambut sepanjang 3 cm, yang tidak semua orang memilikinya.
Dr Andres lalu melakukan studi terbaru dengan kotoran telinga. Studi yang melibatkan 37 orang partisipan ini menunjukkan bahwa kadar kortisol juga bisa diketahui lewat kotoran telinga.
"Kadar kortisol dalam kotoran telinga tampak lebih stabil," jelas Dr Andres, seperti dilansir BBC, Rabu (4/11).
Dr Andres menganalogikan tes ini seperti sarang madu. Lebah menyimpan gula di dalam sarang madu yang dipenuhi oleh waz. Di dalam sarang madu, gula-gula ini diawetkan pada suhu ruangan.
Hal yang serupa juga terjadi pada kotoran telinga. Ada beragam hormon dan zat lain yang tersimpan seiring berjalannya waktu. Hal ini membuat kotoran telinga memiliki lebih banyak hormon kortisol dibandingkan sampel rambut.
Untuk bisa mengukur hormon kortisol pada kotoran telinga, Dr Andreas dan tim mengembangkan sebuah tipe swab baru. Alat swab ini memiliki "rem" yang dapat mencegah alat tersebut merusak gendang telinga.
Dr Andres berharap metode baru ini dapat dikembangkan menjadi sebuah alat ukur biologis yang objektif untuk kondisi kejiwaan. Dengan begitu, alat ini nantinya dapat menjadi alat bantu bagi tenaga kesehatan profesional untuk membuat penilaian yang lebih akurat terhadap pasien.
"(Diagnosis yang baik) merupakan satu-satunya cara untuk memberikan terapi yang tepat," tukas Dr Andres.