Brasil Tangguhkan Uji Klinis Vaksin Sinovac, RI Masih Lanjut
Penangguhan uji klinis vaksin Sinovac di Brasil terkait satu kasus kematian.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Reuters, Anadolu Agency, Rr Laeny Sulstyawati
Otoritas kesehatan Brasil menangguhkan uji klinis vaksin Covid-19 yang sedang dikembangkan perusahaan China, Sinovac. Penangguhan dilakukan setelah pada 29 Oktober lalu menemukan efek merugikan yang parah dari vaksin.
Butantan Institute, lembaga penelitian medis di Sao Paulo yang menjalankan uji klinis vaksin Sinovac menyebutkan, pihaknya terkejut dengan keputusan penangguhan uji klinis ini. Kepala Butantan, Dimas Covas, mengatakan bahwa keputusan tersebut terkait dengan satu kasus kematian. Namun, ia merasa janggal dengan pengumuman yang diberikan Pemerintah Brasil.
"Karena kematian itu tidak berhubungan dengan vaksin, mengingat saat ini terdapat lebih dari 100 ribu relawan, kasus kematian bisa saja terjadi, dan satu kasus kematian itu tidak mempunyai kaitan dengan vaksin, ini bukanlah saatnya menginterupsi uji klinis," kata Covas kepada TV Cultura, Selasa (10/11).
Sementara Anvisa, otoritas kesehatan di Brasil, tidak memberikan keterangan lebih rinci mengenai kasus kematian yang disebutkan. Anvisa juga tidak menjelaskan terkait kabar pada akhir Oktober lalu tetapi baru disampaikan sekarang.
Brasil sebelumnya telah menandatangani kesepakatan dengan Sinovac untuk membeli 60 juta dosis pada akhir Februari. Gubernur Joao Doria juga mengatakan program vaksinasi dapat dimulai paling cepat Januari 2021. Namun, Presiden Jair Bolsonaro mengatakan pemerintahnya tidak akan membeli vaksin Covid-19 buatan China.
“Orang Brasil tidak akan menjadi kelinci percobaan siapa pun,” kata Bolsonaro bulan lalu.
Sejauh ini, negara itu telah melaporkan lebih dari 5,6 juta kasus Covid-19 termasuk hampir 163.000 kematian. Menurut Johns Hopkins University, Brasil adalah negara paling terdampak pandemi ketiga di dunia setelah Amerika Serikat dan India, dan nomor dua setelah AS dalam jumlah kematian.
Vaksin Sinovac adalah satu dari tiga vaksin utama untuk Covid-19 yang dikembangkan China. Hingga saat ini, vaksin Sinovac telah diuji coba kepada ratusan ribu relawan di bawah program penggunaan darurat.
Uji coba vaksin Sinovac juga sedang dilakukan di Turki, Indonesia, dan Bangladesh. Pejabat kesehatan China, pada 20 Oktober menyebutkan bahwa tidak ditemukan efek samping berarti sepanjang uji klinis yang dijalankan.
Respons tim uji klinis Bandung
Tim riset uji klinis vaksin Sinovac di Bandung, Jawa Barat mengaku belum mengetahui pasti mengenai kabar ditangguhkannya uji klinis vaksin Covid-19 di Brasil.
"Saya kurang tahu Brasil menunda uji klinis vaksin karena beritanya kan baru hari ini," ujar Ketua Tim Riset Uji Klinis Vaksin Covid-19 Universitas Padjadjaran (Unpad) Kusnandi Rusmil saat berbicara di konferensi virtual FMB9 bertema Berjuang Tanpa Lelah Menyiapkan Vaksin, Selasa (10/11).
Kusnadi membenarkan beberapa waktu lalu memang terjadi kelumpuhan pada relawan dan ini membuat uji klinis di Brasil disetop sementara. Namun, setelah dilakukan penyelidikan yang lebih lanjut, dia melanjutkan, ternyata kelumpuhan bukan disebabkan oleh vaksin, melainkan karena penyakit bawaan yang diderita orang tersebut. Kemudian, Brasil kembali melakukan uji klinis beberapa vaksin yaitu Sinovac dan Moderna.
"Jadi, saya kurang tahu Brasil menghentikan uji klinis di vaksin yang mana, karena negara ini tidak hanya melakukan satu uji klinis," katanya.
Sementara itu, ia menyebutkan uji klinis vaksin Sinovac di Bandung masih berjalan hingga saat ini. Ia menyebutkan, sebanyak 1.620 subjek penelitian telah diambil darahnya sebelum diinjeksi dan kini semuanya sudah disuntik.
"Jadi, relawan sudah tidak lagi menerima suntikan. Tinggal diikuti perkembangannya," katanya.
Kemudian, dia melanjutkan, darah relawan akan kembali diambil sebulan kemudian setelah penyuntikan. Kemudian tiga bulan setelah disuntik, darah relawan akan kembali diambil dan lagi darah tenaga sukarela diambil enam bulan setelah disuntik.
"Tujuannya untuk mengevaluasi kadar zat, disamping untuk mengevaluasi keamanan vaksin dan melihat efikasi vaksin. Sebab, tidak semua (relawan) diberikan vaksin, ada yang mendapatkan obat kosong (plasebo)," ujarnya.
Ia menambahkan, nanti dibandingkan hasil antara relawan yang mendapat vaksin dan yang disuntik plasebo. Tak hanya itu, ia menyebutkan penelitian tentang efikasi vaksin bukan hanya diambil dari hasil penelitian Bandung, melainkan juga negara-negara lain seperti Brasil dan India karena untuk membuktikan efikasi harus melihat hasil injeksi puluhan ribu relawan.