Sisi Teladan Muhammad SAW: Suami Romantis, Ayah Penyayang
Rasulullah SAW Muhammad SAW adalah teladan sepanjang masa
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Ustadz Yendri Junaidi Lc MA*
Sejenak kita lupakan perdebatan tentang hukum memperingati maulid Nabi Muhammad SAW. Pada akhirnya semua sepakat bahwa kita mesti berusaha mencontoh sisi-sisi kehidupan Rasulullah SAW sebagai seorang suami, ayah, pemimpin dan lain sebagainya.
Suami romantis
Ditengah kesibukan yang luar biasa dan beban amanah yang teramat berat, sebagai suami, beliau masih menyempatkan diri untuk pacu lari dengan istrinya; Sayyidah Aisyah RA. Tak ada istilah malu, apalagi gengsi.
عن عائشة أنها كانت مع النبي صلى الله عليه وسلم في سفر، قالت : فسابقته فسبقته على رجلي، فلما حملت اللحم سابقته فسبقني، فقال: هذه بتلك السبقة
Aisyah ra menceritakan bahwa ia pernah melakukan perjalanan bersama Nabi SAW. “Aku lomba lari dengannya. Aku pun menang. Tapi ketika aku sudah berbadan, dan aku kembali lomba lari dengannya, aku pun kalah. Ia bersabda, “Satu sama.” (HR Abu Daud).
Sosok ayah yang hargai anak
Ayah yang sayang pada anaknya, ini sudah biasa. Tapi ayah yang menghargai dan menghormati anaknya, ini yang tak biasa. Tapi itulah Rasulullah SAW, sosok ayah yang luar biasa.
عن عائشة رضي الله عنها قالت: أقبلت فاطمة تمشي كأن مشيتها مشي النبي صلى الله عليه وسلم فقال النبي صلى الله عليه وسلم: مرحبا بابنتي
Dari Aisyah RA, ia berkata: “Suatu ketika Fatimah datang. Jalannya persis seperti jalan Nabi Saw. Nabi pun menyambut putrinya dan berkata, “Marhaban, putriku.” (Shahih Bukhari).
Bukan hanya pada putrinya, penghargaan itu juga beliau tampakkan pada sahabatnya, meskipun sahabat itu orang biasa, bahkan bekas budak seperti Ammar bin Yasir.
عن علي رضي الله عنه قال: استأذن عمار على النبي صلى الله عليه وسلم، فعرف صوته، فقال: مرحبا بالطيب المطيب
Dari Ali RA, ia berkata: “Suatu kali Ammar minta izin untuk masuk menemui Nabi SAW. Nabi mengenali suaranya, lalu beliau bersabda: “Marhaban orang baik dan disukai.” (Al-Adab al-Mufrad). Uniknya lagi, beliau juga menghargai dan menghormati anak kecil.
عن سهل بن سعد الساعدي رضي الله عنه: أن رسول الله صلى الله عليه وسلم أتي بشراب، فشرب منه وعن يمينه غلام وعن يساره الأشياخ، فقال للغلام: «أتأذن لي أن أعطي هؤلاء؟»، فقال الغلام: لا والله يا رسول الله، لا أوثر بنصيبي منك أحدا، قال: فتله رسول الله صلى الله عليهوسلم في يده
Dari Sahal bin Sa’ad as-Sa’idi, ia berkata: “Suatu kali Rasulullah SAW dihidangkan minuman. Beliau lalu minum. Di sebelah kanannya duduk seorang anak. Sementara di sebelah kirinya duduk para sahabat senior. Beliau berkata kepada anak tadi: “Apakah engkau izinkan aku berikan minuman ini terlebih dahulu kepada yang tua-tua?” Anak itu menjawab, “Tidak, demi Allah, ya Rasulullah. Aku tak mau sisa minummu diambil orang lain sebelum diriku.” Akhirnya Rasulullah Saw memberikan minuman itu pada anak tersebut.” (HR. Bukhari).
Pemimpin aktif tak hanya penonton
Dalam kitab Imta’ al-Asma’ karya al-Muqrizi disebutkan, suatu kali Rasulullah SAW melakukan perjalanan bersama para sahabat. Ketika istirahat, beliau menyuruh para sahabat untuk menyiapkan makanan. Mereka membawa kambing. Salah seorang sahabat berkata, “Biar saya yang menyembelihnya.” Yang lain mengatakan, “Saya yang mengulitinya.” Yang lain mengatakan, “Biar saya yang memasaknya. Rasulullah SAW bersabda, “Biar saya yang mengumpulkan kayu bakar.” Para sahabat berkata, “Biar kami saja, ya Rasulullah.”
Beliau bersabda, “Aku tahu kalian akan berkata demikian. Tapi aku tidak ingin tampak berbeda dari kalian. Sesungguhnya Allah tidak menyukai hamba-Nya yang ingin terlihat berbeda dari sahabat-sahabatnya.”
Sejujurnya, saya tergerak menulis hal ini adalah untuk memperingati lahirnya Rasulullah SAW mengungkap sisi-sisi kehidupannya untuk dijadikan contoh dan teladan. Dan sesungguhnya, inilah esensi dari peringatan maulid Nabi SAW. Apakah dengan begitu saya sudah melakukan sesuatu yang bidah?
صلى الله عليك يا سيدي يا رسول الله عدد ما ذكرك الذاكرون وغفل عن ذكرك الغافلون
*Alumni Al-Azhar Mesir dan Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Diniyyah Puteri Padang Panjang Sumatra Barat