Pemberhentian Kepala Daerah Harus Melalui Proses Pembuktian

Kepala daerah tidak bisa bekerja sendiri untuk menerapkan protokol kesehatan.

Republika/Shabrina Zakaria
Wali Kota Bogor, yang juga Wakil Ketua Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi), Bima Arya Sugiarto
Rep: Mimi Kartika  Red: Ratna Puspita

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) Bima Arya mengatakan, pengenaan sanksi pemberhentian kepala daerah harus melalui tahapan pembuktian pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan. Hal ini harus ditempuh agar pencopotan kepala daerah tidak berlatar belakang politik.

Baca Juga


"Untuk pemberhentian itu ada proses dan tahapan. Tidak mudah juga, harus ada pembuktian agar pemberhentian itu tidak dipengaruhi oleh politik," ujar Bima kepada Republika.co.id, Kamis (19/11).

Menurut dia, tanpa Instruksi Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penegakan Protokol Kesehatan (Prokes) untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19, kepala daerah pun sudah memiliki tanggung jawab menjaga ketertiban dan melindungi warga. Untuk menerapkan protokol kesehatan, kepala daerah tidak bisa bekerja sendiri.

Bima mengatakan, kepala daerah harus dididukung unsur Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda). Dalam situasi tertentu seperti kerumunan massa berskala besar, penindakan berupa pembubaran oleh jajaran Satpol PP saja tidak cukup, harus dibantu aparat TNI dan Polri.

Di sisi lain, ia menyebutkan, Apeksi telah melakukan sosialisasi Instuksi Mendagri kepada para anggota sekaligus wali kota/wakil wali kota. Akan tetapi, belum ada pembicaraan formal terkait Instruksi Mendagri tersebut dalam forum Apeksi.

Bima yang juga wali kota Bogor ini mengatakan, pemerintah kota sudah memberlakukan denda terhadap pihak yang melanggar protokol kesehatan. Ia menyebut, pemerintah kota Bogor telah mengumpulkan denda sekitar Rp 50 juta 

"Sekitar Rp 50 juta, kebanyakan pelanggaran jam operasional toko," tutur Bima.

Instruksi Mendagri mengingatkan kepala daerah adanya ketentuan kewajiban dan sanksi dalam Pasal 78 UU Pemerintahan Daerah. Pasal ini berisi ketentuan, kepala daerah bisa diberhentikan karena dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan dan tidak melaksanakan kewajiban menaati seluruh ketentuan peraturan perundangan-undangan. 

Instruksi Mendagri meminta kepala daerah mematuhi peraturan perundang-undangan dan aturan turunannya yang berkaitan dengan pengendalian penyebaran Covid-19. Kepala daerah diminta secara konsisten menegakkan protokol kesehatan guna mencegah penyebaran Covid-19, termasuk dengan pembubaran kerumunan massa yang berpotensi melanggar protokol kesehatan. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler