KPK: Sepeda Dibeli Edhy di AS Bersamaan dengan Barang Mewah

Sepeda roadbike yang dibeli Edhy Prabowo di AS juga ikut disita KPK.

ANTARA/M Risyal Hidayat
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memasuki mobil usai melakukan penggeledahan di Kantor Mina Bahari IV Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di Jakarta, Jumat (27/11/2020). KPK melakukan penggeledahan usai ditangkapnya mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo bersama enam tersangka lainnya dalam kasus dugaan suap terkait perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020.
Rep: Dian Fath Risalah, Febryan A Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kelautan dan Perikanan nonaktif Edhy Prabowo diketahui sempat membeli sepeda saat lawatannya ke Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat (AS). Sepulang dari lawatan itu, politisi Gerindra itu ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Bandara Soekarno Hatta, pada Rabu (25/11) dini hari.

Plt Juru Bicara KPK bidang penindakan Ali Fikri, mengatakan, sepeda tersebut dibeli bersamaan dengan sejumlah barang mewah seperti tas Luis Vuitton, Hermes, hingga jam tangan Rolex yang telah disita lembaga antirasuah.

"(Sepeda) beli bersamaan dengan jam dan beberapa tas mewah saat di luar negeri," kata Ali saat dikonfirmasi, Jumat (27/11).

KPK, lanjut Ali, akan menelusuri lebih jauh terkait sumber uang pembelian sepeda berjenis roadbike tersebut. "Sumber uang akan digali dan dikonfirmasi lebih lanjut," ungkapnya.

KPK baru saja menetapkan Edhy dan enam tersangka lainnya setelah melakukan operasi tangkap tangan pada Rabu (25/11) dini hari. Setelah melakukan gelar perkara, KPK menyimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh Penyelenggara Negara terkait dengan perizinan tambak, usaha dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020.

Keenam tersangka penerima disangkakan Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Sedangkan tersangka pemberi yakni Suharjito disangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Baca Juga


Tujuh Tersangka Kasus Suap Menteri Edhy - (Infografis Republika.co.id)



Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi sekaligus Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Ad Interim Luhut Binsar Pandjaitan, meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Menteri KKP, Edhy Prabowo sesuai prosedur. Luhut meminta KPK jangan berlebihan.

"Saya minta juga KPK kalau boleh periksa sesuai ketentuan-ketentuan yang bagus. Jangan berlebihan. Saya titip itu saja. Enggak semua orang jelek, banyak orang yang baik, kok," kata Luhut usai menggelar rapat perdana di kantor Kementerian KP, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (27/11).

Di sisi lain, Luhut juga menyayangkan Edhy terjerat dalam kasus suap ekspor benih lobster. Padahal, ia mengenal Edhy sebagai orang yang baik.

"Yang sudah kejadian, kita menyayangkan peristiwa itu. Saya tahu Pak Edhy itu sebenarnya orang baik," ucap Luhut.

Sebelumnya, Edhy Prabowo menyatakan akan mengundurkan diri sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Gerindra setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Edhy selanjutnya akan ditahan selama 20 hari pertama di rutan Gedung Merah Putih KPK.

"Saya akan mengundurkan diri sebagai wakil ketua umum dan juga nanti akan mengundurkan diri untuk tidak lagi menjabat sebagai menteri, dan saya yakin prosesnya sudah berjalan," kata Edhy, di Gedung KPK Jakarta, Kamis (26/11) dini hari.


BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler