Nabi Muhammad SAW Kerap Menyendiri, Apa Tujuannya?
Menyendiri bukan bertapa.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nabi Muhammad SAW sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari terbiasa melakukan tahannuts dan menyendiri selama sekian hari. Bisa menyendiri 10 hari, bahkan melakukannya sampai jangka waktu sebulan, apa tujuannya?
Pakar Tafsir Alquran Prof Quraish Shihab dalam bukunya berjudul Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW menjelaskan, kegiatan menyendiri Nabi dilukiskan oleh Aisyah sebagai ilaihil-khalaa-u hubbiba (dicintakan kepadanya menyendiri). Yakni kegiatan menyendiri itu dijadikan Allah kesukaan bagi beliau.
Dijelaskan kegiatan menyendiri atau menjauh dari hiruk pikuk keramaian hidup biasa juga dilakukan oleh all-Hunafa pada masa Jahiliyah. Bahkan diriwayatkan kakek Nabi, Abdul Muthalib, pun pernah melakukannya. Adapun Nabi melakukan penyendirian untuk tujuan tahannuts atau tahannuf yang berarti melakukan kegiatan yang mengantar kepada al-hanafiyah (memasuki jalan lurus).
Ajaran Nabi Ibrahim AS adalah ajaran yang hanif yang tidak bengkok. Ajaran monoteisme itu tidak memihak pada pandangan agama yang keliru. Maka demikian, kegiatan menyendiri Nabi Muhammad SAW adalah kegiatan yang menghindari disa. Tentu saja ini dapat terlaksana dengan meninggalkan perbuatan sirik dan tempat merajalelanya kemungkaran.
Maka dari sinilah Nabi Muhammad SAW meninggalkan Kota Makkah yang ketika itu dipenuhi dengan kemusyrikan serta aneka dosa dan penganiyaan. Hijrah Nabi Muhammad SAW merupakan kegiatan yang tak lepas pula dari sikap menyendiri yang ditempuh.
Menyendiri bukan bertapa...
Perlu digarisbawahi bahwa ber-tahannuts dan menyendiri yang dilakukan Nabi Muhammad SAW itu tidak dapat dipersamakan dengan bertapa. Bertapa atau menjauh sepenuhnya dari segala sesuatu sehingga tidak berhubungan sedikit atau sesaat pun dengan manusia adalah sikap yang berbeda dengan menyendiri Nabi.
Ibnu Hisyam bahkan menyampaikan Nabi ber-tahannuts selama sebulan setiap tahun. Dia berkata: “Beliau memberi makan siapa di antara orang-orang miskin yang mendatangi beliau. Dan apabila Rasulullah telah menyelesaikan keberadaan beliau di sana, selama sebulan itu (ber-tahannuts), yang pertama beliau lakukan adalah datang ke Ka’bah sebelum kembali ke rumah beliau untuk berthawaf sebanyak tujuh keliling. Atau sebanyak apa yang dikehandaki Allah SWT.
Dijelaskan bahwa ber-tahannuts yang dilakukan oleh Nabi SAW sebelum datangnya wahtu kepada beliau boleh jadi merupakan tata cara yang sesuai dengan ajaran Nabi Ibrahim AS. Menyendiri di sini bisa dalam bentuk renungan, tafakkur, zikir, dan mensyukuri serta mengagungkan Allah Yang Maha Esa serta mensucikan-Nya dari segala sifat yang tidak wajar bagi-Nya.
Dalam konteks ini wajar diingat bahwa Alquran pun menggarisbawahi perlunya berzikir dan bertafakkur itu lebih utama daripada beribadah dalam bentuk ritual selama seribu tahun. Ini tentu bila ibadah itu tidak mencapai substansinya.
Dalam konteks ini Allah berfirman dalam Alquran Surah As-Syura ayat 52 berbunyi: “Wa kadzalila awhayna ilaika ruhan min amrina, maa kunta tadri maal-kitaabu wa laa al-imaanu walaakin ja’alnahu nuran nahdi bihi man nasyaa-u min ibadinaa, wa innaka latahdi ila shirathin mustaqimin,”.
Yang artinya: “Demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Alquran) dengan perintah Kami. Sebelumnya engkau tidaklah mengetahui apakah Al-Kitab (Alquran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Alquran itu cahaya yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus,”.