VAR, Teknologi yang Sarat Kontra
kehadiran VAR malah dianggap sebagai perusak 'keindahan' sepak bola.
REPUBLIKA.CO.ID, Aston Villa kesal dengan dianulirnya gol Ollie Watkins pada injury time, saat lawan West Ham, Selasa (1/12), dini hari WIB. Padahal, gol tersebut jadi harapan Villa mendapatkan satu poin, setelah pada akhirnya kalah 2-1. Tangan Watkins dianggap sedikit offside sebelum mencetak gol.
Tapi, dalam tayangan ulang, hal tersebut terjadi karena dia berusaha melepaskan diri dari Angelo Ogbonna yang memegang badannya. Butuh dua setengah menit bagi wasit untuk membatalkan gol tersebut. Sementara wasit juga tidak menunjuk penalti karena pelanggaran dianggap tak terlalu jelas.
Pelatih Villa Dean Smith, mengatakan paling tidak timnya mendapatkan penalti kalaupun gol Watkins tidak disahkan. Ia bahkan bingung bagaimana sebagian kecil tangan strikernya itu dianggap offside.
''Saya masih belum paham dengan dianulirnya gol, kalian tidak bisa mencetak gol dengan tangan, tapi mereka tahu aturannya lebih baik daripada saya,'' kata Smith, dikutip dari BBC, Selasa (1/12).
Kasus ini merupakan contoh hangat dari segudang persoalan digunakannya teknologi VAR dalam sepak bola, khususnya di Eropa. Teknologi yang menggunakan tayangan ulang video berkualitas tinggi itu mulai diterapkan secara bertahap pada 2018, mulai dari Piala Dunia di Rusia, Liga Champions Eropa, Liga Inggris dan diikuti oleh liga-liga di benua biru tersebut.
Sejak saat itu, kehadiran VAR malah dianggap sebagai perusak 'keindahan' sepak bola. Sudah tak terhitung jumlah gol yang dianulir hingga penalti yang diberikan, berdasarkan keputusan dari pejabat yang tidak ada di lapangan. Pemain yang sudah kegirangan usai mencetak gol, bisa berubah jadi muram, ketika tahu golnya dibatalkan oleh VAR.
Pelatih Liverpool, Juergen Klopp, pernah minta UEFA untuk mengubah penerapan sistem VAR saat ini. Dirinya yakin VAR bisa digunakan lebih baik lagi dibandingkan saat ini, walaupun tidak akan 100 persen akurat.
''Tapi ada beberapa hal yang tidak tepat. Dengan VAR, handball, offside, jelas kita harus melakukan perbaikan,'' tegas Klopp, dikutip dari Football-x.
Ia memaklumi ide dari UEFA mengurangi kesalahan dari wasit dengan menggunakan teknologi VAR. Tapi, itu kesalahan yang dibuat oleh manusia, yang memang tak sempurna. ''Tidak ada yang menuntut kesempurnaan. Kalian hanya ingin keputusan yang benar,'' tegas Klopp.
Pelatih Tottenham Hotspur, Jose Mourinho, menyebut kalau saat ini wasit sudah bukan lagi seperti apa yang seharusnya digambarkan. Bahkan, pelatih asal Portugal itu menyatakan semestinya VAR itu bukan lagi kepanjangan dari video assistant referee. Karena baginya, wasit yang sesungguhnya ada video itu sendiri, yang dikendalikan dari Stockley Park.
“Ini aneh karena kalian melihat wasit di lapangan dan mereka bukan asit, mereka asisten wasit. Orang lain, mereka adalah yang membuat keputusan besar dalam pertandingan,'' tegas Mou, dikutip dari Thenationalnews.
Meskipun data November tahun lalu mengungkapkan, berdasarkan audit Liga Primer Inggris, VAR mampu memangkas kesalahan wasit hampir lebih dari setengahnya. Khususnya dari apa yang mereka sebut sebagai Key Match Insiden.
Jika dibandingkan dengan musim sebelum diterapkannya VAR, kesalahan wasit berkurang dari 47 menjadi 24. Sayangnya, VAR tetap mendapatkan sorotan, misalnya seperti minimnya komunikasi antara proses VAR dan suporter di stadion, soal lamanya penundaan waktu antara ulasan wasit dengan keputusan yang diambil, serta jarak yang tepat untuk menyebut seseorang terkena offside atau tidak.
Meski demikian, sejumlah pengamat sepak bola menyatakan kalau masalah lainnya adalah di aturan, baik soal handball maupun offside.