Anggota: DPR Dispensasi Nikah Siri Celah Perkawinan Anak

Total 23.909 anak laki-laki dan 32.078 perempuan tercatat dimohonkan dispensasi kawin

Aditya Pradana Putra/Antara
Kampanye Gerakan Stop Perkawinan Anak. (Ilustrasi)
Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Adanya perubahan batas usia kawin anak yang dalam UU Perkawinan Tahun 74 dalam UU No 16 Tahun 2019 telah berdampak pada meningkatnya pengajuan dispensasi perkawinan. Dari Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) total 23.909 anak laki-laki dan 32.078 anak perempuan tercatat dimohonkan dispensasi kawin di Pengadilan Agama. Angka itu meningkat drastis dari data tahun 2018 sebelum perubahan batas usia perkawinan ditetapkan menjadi 19 tahun pada bulan Oktober 2019.

Paparan data KPAI tersebut menjadi dasar digelarnya Rapat Kordinasi Hasil Pengawasan KPAI Terkait Implementasi Dispensasi Kawin Usia Anak Pasca Penetapan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019 pada Rabu (2/12). Rapat yang dihadiri oleh Anggota DPR RI Komisi VIII, Diah Pitaloka, Direktur Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda, dan Olahraga Bappenas, Ketua Kamar Agama Mahkamah Agung, Kasubdit Bina Keluarga Sakinah Kementerian Agama serta Deputi Pemenuhan Hak Anak KPPPA RI ini berupaya merancang strategi agar melonjaknya dispensasi kawin dan nikah siri dapat dicegah.

Anggota Komisi VIII DPR RI Diah Pitaloka dalam rapat tersebut, menekankan perlunya mereview kembali upaya pencegahan perkawinan anak pascaundang-undang nomor 16 tahun 2019. Data-data tentang dispensasi kawin yang melonjak mendorong untuk melakukan review terhadap peraturan turunan dari perubahan regulasi tentang batas perkawinan anak.

Baca Juga


"Adanya lonjakan dispensasi kawin ini juga menjadi celah bagi perkawinan anak. Data tersebut menunjukkan bahwa diperlukan komitmen politik dan sosial dari seluruh elemen pemerintah dan masyarakat agar memiliki semangat yang sama dengan UU No. 16/2019 mengenai batas usia perkawinan anak,” katanya dalam siaran persnya, Kamis (3/12).

Ia juga menyampaikan perlunya pengawasan dan evaluasi peraturan turunan dari UU 16 tahun 2019. Salah satu peraturan yang perlu ditinjau pelaksanaannya adalah Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin. “Kita perlu lihat seberapa besar kesiapan pengadilan agama dalam mengadili permohonan dispensasi kawin. Sebab kalau dari peraturan yang ada, hakim yang memutus perkara dispensasi kawin ini harus mengedepankan asas kepentingan terbaik untuk anak,” tutup Anggota Fraksi PDI-P tersebut.  

Untuk itu kedepannya ia akan mengusulkan agar DPR melalui Komisi VIII mengagendakan pengawasan terkait upaya pencegahan perkawinan anak pascapenetapan UU Nomor 16 tahun 2019.

Ketua kamar agama Mahkamah Agung sendiri mengungkapkan beberapa faktor yang menjadi kendala hakim dalam memberi putusan tentang dispensasi kawin. “Terutama sekali ini faktor budaya dan masyarakat. Tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah berdampak pada perkawinan anak. Juga terkait nikah siri anak yang kerap dilakukan terlebih dahulu sebelum memohon dispensasi, terkadang menjadi pertimbangan hakim untuk mengabulkan permohonan sebab khawatir menimbulkan kesulitan administrasi ketika memiliki anak,” katanya.

Terakhir, Deputi Menteri PPPA Bidang Tumbuh Kembang Anak, Lenny Rosalin, menyatakan adanya urgensi untuk merumuskan rancangan peraturan pemerintah terkait dispensasi kawin. “Perma Nomor 5 tahun 2019 ini hanya sebagai pedoman hukum acara, sehingga masih sangat dibutuhkan peraturan pemerintah untuk melaksanakan UU No. 16/2019”.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler