Pemerintah Gali Aspirasi RPP Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pemerintah disebut akan memberikan kemudahan menggarap kawasan hutan bagi masyarakat.

ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan pemaparannya secara virtual pada kegiatan serap aspirasi implementasi UU Cipta Kerja di Hotel Pullman Bandung Grand Central, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Senin (7/12). Kegiatan yang digelar oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia tersebut dalam rangka menyerap masukan, aspirasi dan tanggapan dari masyarakat serta pemangku kepentingan di daerah terkait UU Cipta Kerja di sektor industri, perdagangan, haji dan umroh, jaminan produk halal, umkm, ketenagakerjaan, kominfo dan kesehatan. Foto: Abdan Syakura/Republika
Rep: Novita Intan Red: Satria K Yudha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah sedang menyusun aturan pelaksanaan UU Cipta Kerja berupa rancangan peraturan pemerintah (RPP) dan rancangan peraturan presiden (perpres). Pada proses penyusunan ini, pemerintah membentuk tim independen yang berkunjung ke beberapa kota untuk menyerap masukan dan tanggapan dari masyarakat serta seluruh pemangku kepentingan terkait.


“Kami sangat berharap kegiatan ini menjadi sarana yang efektif untuk tukar pendapat, menyampaikan masukan, dan memperoleh tanggapan untuk penyempurnaan RPP,” ujar Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Usaha Badan Usaha Milik Negara, Riset, dan Inovasi Kemenko Perekonomian, Montty Girianna kepada wartawan, Senin (7/12).

Belum lama ini, kata dia, kegiatan serap aspirasi UU Cipta Kerja digelar di Kota Pontianak. Fokus utama kegiatan tersebut untuk menyerap aspirasi mengenai sektor perizinan berusaha berbasis risiko serta lingkungan hidup dan kehutanan (LHK).

Ia menjelaskan, sektor perizinan berusaha berbasis resiko pada UU Cipta Kerja memperkenalkan perubahan paradigma dan konsep perizinan berusaha. "Perubahan itu adalah mengubah pendekatan aturan berbasis izin menjadi aturan berbasis risiko atau risk based approach (RBA),” ucapnya.

Perizinan berusaha, lanjut Montty, hanya diterapkan kepada kegiatan usaha yang berisiko tinggi, baik dilihat dari segi kesehatan, keselamatan, lingkungan, maupun kepentingan umum. Menurutnya, implementasi perizinan berusaha di lapangan cukup bervariasi dan pengawasan terhadap kegiatan usahanya tidak optimal dilaksanakan.

“Hal-hal tersebut melatarbelakangi disusunnya perizinan berusaha berbasis risiko. Hal ini juga sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo mengenai pangkas perizinan berusaha, sederhanakan prosedur perizinan, serta penerapan standar usaha dan perlakuan khusus untuk Usaha Mikro dan Kecil (UMK),” ucapnya.

Mengenai LHK, kata dia, UU yang disempurnakan ialah UU 32 Nomor 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU 41/1999 tentang Kehutanan, dan UU 18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Adapun tiga RPP sedang disusun yakni tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, tata kelola kehutanan, dan tata cara pengenaan sanksi administratif dan PNBP atas kegiatan usaha yang telah dibangun di dalam kawasan hutan.

UU Cipta Kerja mengamanatkan penyusunan dan penilaian analisis dampak lingkungan (Amdal) diintegrasikan ke dalam proses perizinan berusaha. Amdal merupakan bagian utama yang tidak terpisahkan dari proses perizinan berusaha.

Selain itu, UU Cipta Kerja mengamanatkan agar masyarakat penggarap hutan diberikan kesempatan untuk mendapatkan perizinan berusaha. Pemerintah akan memberikan kemudahan menggarap kawasan hutan bagi masyarakat.

“Masyarakat diberikan hak atas tanah Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) setelah dilakukan pelepasan kawasan hutan. Pemerintah kemudian memberikan bantuan, insentif, dan akses permodalan dan teknologi agar masyarakat dapat memanfaatkan aset lahan ataupun kawasan hutan yang sudah menjadi haknya, menjadi lebih produktif, serta kawasan hutan akan tetap terjaga fungsinya,” kata dia. 

 

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler