Ketika Khadijah Yakinkan Rasulullah, Jibril Bukan Setan

Sayyidah Khadijah berupaya menguatkan dan menepis keraguan Rasulullah.

MGROL100
Ketika Khadijah Yakinkan Rasulullah, Jibril Bukan Setan. Ilustrasi Nabi Muhammad SAW
Rep: Imas Damayanti Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nabi Muhammad SAW menceritakan rasa takut yang hinggap ketika menerima wahyu pertama dari Jibril kepada Sayyidah Khadijah. Istri Rasulullah ini pun mendekap suaminya dan mencoba meyakinkan bahwa yang ditemui Nabi di Gua Hira bukanlah setan.

Baca Juga


Pakar Tafsir asal Indonesia, Prof Quraish Shihab, dalam buku Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW menjelaskan, kala Nabi bercerita dan menyampaikan keluh-kesah atas ketakutannya itu, Sayyidah Khadijah berupaya menguatkan.

Beliau berkata kepada Nabi, “Kalla! Wallahi laa yukhziikallahu abadan. Innaka latshila ar-rahima wa tahmilal-kulla wa taksiba al-ma’duma wa tuqri ad-dhaifa fatu’inu ala nawa-iba al-haqqi,”. Yang artinya, “Tidak! Demi Allah, Dia sekali-kali tidak mencemooh engkau. Bagaimana mungkin Dia mencemoohkan, padahal engkau bersilaturahim, engkau memikul beban yang lemah, membantu yang tidak berpunya, menjamu tamu, dan menolong siapa yang dalam kesulitan atas jalan yang benar.”

Sayyidah Khadijah kemudian mengajak Nabi Muhammad SAW bertemu dengan paman beliau, Warqah bin Naufal, yang ketika itu telah berusia lanjut dan dikenal sebagai salah seorang penganut agama Nasrani. Di sana, Nabi diminta menceritakan pengalamannya yang didengar dengan tekun oleh Waraqah.

Usai mendengarkan itu, Waraqah berkata, “Walladzi nafsi biyadihi innaka lanabiyyun hadzihi al-ummati walaqad jaa-aka an-naamusu al-akbaru alladzi jaa-a Musa wa inna qaumaka sayukadzibunaka wa yu’dzunaka wa yukhrijuunaka wa yuqatiluunaka.

Yang artinya, “Demi Tuhan yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya. Sungguh engkau adalah Nabi umat ini. Telah datang kepadamu An-Namus (wahyu/malaikat Jibril) yang pernah datang kepada Nabi Musa. Sungguh kaummu akan mendustakanmu, mengganggumu, mengusirmu, dan memerangimu.”

Lalu, Nabi pun bertanya, “Awa mukhrijiyya hum.” Waraqah menjawab, “Ya. Tidak seorang pun yang datang membawa serupa dengan yang engkau bawa. Kecuali dimusuhi dan diperangi orang. Kalau aku mencapai masa itu, usiaku panjang, niscaya aku akan membelamu dengan pembelaan yang kuat.”

Dengan demikian, apa yang dilakukan oleh Sayyidah Khadijah untuk menenangkan suaminya adalah dengan berkunjung ke seorang yang pandai dan terpercaya seperti Waraqah. Ini adalah tindakan yang tepat.

Maka itu, Sayyidah Khadijah bukan hanya menenangkan suaminya, melainkan juga melangkah lebih jauh untuk meyakinkan beliau bahwa apa yang ditemuinya di Gua Hira merupakan Malaikat Jibril, bukan setan. Kendati Sayyidah Khadijah dan Waraqah telah meyakinkan Nabi tentang bimbingan Allah melalui pengalaman beliau di Gua Hira, pada awal-awal kehadiran wahyu ini keraguan masih belum terkikis sepenuhnya dari hati Nabi Muhammad SAW.

Dijelaskan bahwa dalam satu riwayat, Sayyidah Khadijah tetap berusaha meyakinkan Nabi bahwa yang mendatangi beliau bukan setan, melainkan malaikat. Ibnu Hisyam mengabarkan, suatu ketika, Sayyidah Khadijah meminta Nabi memberitahunya jika sosok yang ditemuinya di Gua Hira datang berkunjung kembali.

Lalu, suatu ketika, Nabi melihat sosok itu (Jibril) dan memberitahukan kepada Sayyidah Khadijah. Maka, ketika Jibril datang, Sayyidah Khadijah meminta Nabi untuk duduk di pangkuannya dan bertanya, apakah Nabi masih melihatnya? Nabi pun menjawab, masih melihat.

Kemudian, Sayyidah Khadijah membuka auratnya, lalu bertanya kembali, apakah sosok itu masih ada. Nabi pun menjawab, “Tidak lagi.”

Untuk itu, Sayyidah Khadijah berkata, “Ya-bna ammi! Utsbut wa absyir fa wallahi innahu lamalakun wa maa hadza bisyaithaanin.” Yang artinya, “Wahai putra pamanku (panggilan mesra yang diucapkan kepada keluarga dekat yang seketurunan), berteguh hatilah dan bergembiralah. Demi Allah, sesungguhnya dia (yang engkau lihat itu) adalah malaikat, bukan setan.”

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler