Badan Atlet Dunia Setujui Sepatu Berteknologi Tinggi
Sepatu tersebut harus memenuhi spesifikasi teknis yang sama.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Atlet Dunia akan mengizinkan atlet memakai sepatu berteknologi tinggi. "Sepatu tersebut harus memenuhi spesifikasi teknis yang sama dengan sepatu lain yang disetujui, " kata Badan Atletik Dunia, dilansir melalui Reuters, Rabu (9/12).
Amandemen peraturan tersebut berlaku untuk kompetisi yang disetujui oleh Atletik Dunia, asosiasi wilayah atau federasi anggota di mana aturannya berlaku.
Tetapi "sepatu pengembangan" seperti itu tidak akan diizinkan di Seri Atletik Dunia atau di Olimpiade.
Perdebatan tentang sepatu lari telah berkecamuk sejak alas kaki berteknologi tinggi yang dikembangkan perusahaan Nike memainkan peran utama dalam dua pencapaian lari jarak jauh terbesar 2019.
Dua pelari yaitu Eliud Kipchoge di Marathon Wina dan Brigid Kosgei di Chicago Marathon membuat sepatu Nike Vaporfly menjadi sorotan, memicu perdebatan mengenai apakah alas kaki canggih memberi pelari keuntungan yang tidak adil.
Atletik Dunia melarang sepatu tersebut dari olahraga profesional awal tahun ini, setelah itu Nike meluncurkan versi baru sepatu Alphafly yang sesuai dengan aturan baru yang diperkenalkan oleh badan pengatur.
Produsen menggunakan sepatu pengembangan untuk melakukan tes dengan atlet yang disponsori sebelum menjualnya di pasaran.
CEO Atletik Dunia Jon Ridgeon menyambut baik amandemen tersebut, dan bersikeras keputusan itu tidak akan mempengaruhi integritas kompetisi.
"Penggunaan kompetisi untuk menyelesaikan pengujian akhir pengembangan sepatu oleh produsen selalu menjadi bagian penting dari proses pengembangan itu sendiri," kata Ridgeon.
"Dengan produsen menyetujui spesifikasi dan sepatu yang kami berikan, kami yakin bahwa amandemen ini tidak akan mempengaruhi integritas kompetisi," ujarnya menambahkan.
Sepatu purwarupa dapat dipakai untuk jangka waktu 12 bulan, setelah itu tidak lagi memenuhi syarat sebagai sepatu pengembangan dan tidak dapat digunakan lagi dalam kompetisi.