Anggota Dewan Minta RS Menahan Diri Buka Pendaftaran Vaksin
Kemenkes belum secara resmi RS swasta membuka pendaftaran
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Anggota Komisi IX DPR Netty Prasetiyani meminta Asosiasi Rumah Sakit baik swasta, pemerintah, maupun RSU daerah untuk menahan diri dan menaati arahan dari pemerintah terkait pembukaan pendaftaran vaksin Covid-19. Ia mengatakan, sebab sejauh inib uji klinis tahap ketiga belum selesai.
"Kita masih harus menunggu Emergency Use Authorization (EUA) atau izin edar dari BPOM, serta sertifikat halal dari MUI," kata Netty kepada Republika, Senin (14/12).
Dirinya meminta pemerintah melalui Kementerian Kesehatan sebagai leading sector vaksin untuk dapat menertibkan dan memberikan panduan teknis yang jelas. Menurutnya pemerintah harus konsisten dan patuh pada rekomendasi ilmiah yang sesuai dengan praktik berbasis bukti."Vaksin harus dipastikan kualitas, mutu, dan khasiatnya. Artinya aspek keamanan, kebermanfaatan, dan efikasinya menjadi syarat yang tak dapat ditawar," ucapnya.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu juga mengingatkan Pemerintah untuk tidak mempertaruhkan nyawa dan keselamatan rakyat. Dirinya menambahkan, jangan sampai ada konglomerasi dan komersialisasi vaksin.
"Jangan sampai wacana pendaftaran vaksin ini membuat kegaduhan di tengah ketidakpastian sehingga menjadi kontraproduktif bagi penanganan Covid-19 di Indonesia," ujarnya.
Sebelumnya Kementerian Kesehatan (Kemenkes) angkat bicara mengenai iklan vaksin Covid-19 yang ditawarkan rumah sakit. Kemenkes mengaku kini tengah membuat petunjuk teknis (juknis) mengenai masalah tersebut.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Ditjen P2P Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengaku, Kemenkes belum secara resmi meminta rumah sakit swasta untuk memulai pendaftaran. Sejak awal Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto telah menyampaikan 1,2 juta dosis Vaksin Sinovac yang telah tiba di Tanah Air untuk tenaga kesehatan dan menunggu persetujuan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)."Kami tidak akan memulai vaksinasi apapun kalau persetujuan belum berjalan. Kami juga sampaikan rekomendasi organisasi kesehatan dunia PBB (WHO), ITAGI bahwa prioritas vaksin adalah garda terdepan yaitu tenaga kesehatan dan pemberi pelayanan publik," ujarnya.