Sepanjang 2020, OJK Sebut Profil Risiko IKNB Masih Terjaga

Asuransi menghimpun penambahan premi Rp 22 T sementara multifinance masih kontraksi.

Tim Infografis Republika.co.id
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan profil risiko sektor industri keuangan non bank (IKNB) tetap terjaga sampai akhir 2020. Hal itu tidak terlepas dari peran OJK dalam membuat kebijakan menjaga fundamental sektor riil dan memberikan stimulus lanjutan.
Rep: Novita Intan Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan profil risiko sektor industri keuangan non bank (IKNB) tetap terjaga sampai akhir 2020. Hal itu tidak terlepas dari peran OJK dalam membuat kebijakan menjaga fundamental sektor riil dan memberikan stimulus lanjutan. 


Deputi Komisioner Humas dan Logistik OJK Anto Prabowo mengatakan informasi positif dari data sektor riil dan dimulainya vaksinasi mendorong pasar keuangan global termasuk Indonesia menguat pada Desember. Tapi kinerja dari sejumlah sektor IKNB pada November 2020 masih sejalan dengan perkembangan perekonomian nasional. 

“Misalnya piutang perusahaan pembiayaan (multifinance) yang masih terkontraksi sebesar 17,1 persen secara tahunan (year on year/yoy). Kondisi itu didorong oleh kontraksi pembiayaan jenis multiguna yang menjadi penyumbang terbesar dalam piutang pembiayaan. Namun profil risiko masih bisa dijaga non performing financing (NPF) sebesar 4,5 persen sedangkan industri asuransi tercatat menghimpun penambahan premi sebesar Rp 22,8 triliun,” ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (29/12).

Anto merinci asuransi jiwa sebesar Rp 18,1 triliun, serta asuransi umum dan reasuransi sebesar Rp 4,7 triliun. Adapun fintech peer to peer lending mencatatkan outstanding pembiayaan sebesar Rp 14,10 triliun atau tumbuh sebesar 15,7 persen (yoy). Permodalan sejumlah sektor IKNB pun relatif terjaga pada level yang memadai. 

Kemudian Gearing ratio Perusahaan Pembiayaan sebesar 2,19 persen, jauh di bawah maksimum 10 persen. Begitupun risk based capital (RBC) industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing sebesar 540 persen dan 354 persen, jauh di atas ambang batas ketentuan sebesar 120 persen.

Menurut Anto, OJK berupaya meningkatkan pengawasan dan pelaksanaan kebijakan yang telah dikeluarkan untuk menjaga stabilitas sektor jasa keuangan di tengah perlambatan perekonomian akibat dampak pandemi Covid-19. 

"Sampai dengan data November 2020, stabilitas sistem keuangan masih dalam kondisi terjaga di tengah upaya OJK dalam mendukung kebijakan pemulihan ekonomi nasional yang terus dilakukan pemerintah," ucapnya.

 

Adapun berbagai kebijakan dan instrumen pengawasan telah dikeluarkan OJK untuk mencegah dampak pandemi Covid-19 yang lebih luas terhadap perekonomian dan sektor keuangan di antaranya kebijakan guna menjaga fundamental usaha sektor riil. Semisal sektor IKNB, OJK mengeluarkan kebijakan restrukturisasi untuk sektor perusahaan pembiayaan melalui 14/POJK.05/2020. POJK itu merupakan kebijakan stimulus yang diberikan OJK bagi IKNB yang diharapkan bisa menjaga stabilitas IKNB dan memberikan keringanan bagi para debitur khususnya multifinance dengan nilai di bawah Rp 10 miliar. 

Masa berlaku restrukturisasi pembiayaan tersebut kemudian diperpanjang dari 31 Desember 2020 menjadi 17 April 2022 berdasarkan POJK 58/POJK.05/2020 yang dikeluarkan Desember ini. Adapun total restrukturisasi untuk perusahaan pembiayaan hingga 15 Desember mencapai Rp 188,3 triliun dari 4,94 juta kontrak.

Anto mengungkapkan OJK juga mengeluarkan berbagai kebijakan stimulus lanjutan seperti pemasaran produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) dengan sarana digital untuk menjaga penjualan produk asuransi. Ada juga kebijakan restrukturisasi pinjaman atau pembiayaan bagi lembaga keuangan mikro (LKM) dan bank wakaf mikro (BWM) untuk meringankan beban masyarakat pelaku usaha mikro. 

OJK mencatat nilai restrukturisasi LKM mencapai Rp 26,4 miliar termasuk Rp 4,5 miliar BWM. Ke depan, sambung Anto, OJK menilai perekonomian nasional dan sektor jasa keuangan masih dihadapkan pada berbagai tantangan yang cukup berat di tengah masih tingginya ketidakpastian berakhirnya pandemi. 

 

“Maka itu perlu terus dilakukan optimalisasi berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional melalui penguatan peran sektor jasa keuangan,” ucapnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler