Mengapa Derajat Suami Lebih Tinggi dalam Rumah Tangga?
Islam menuntun pasangan suami-istri selalu bermusyawarah.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kita memahami derajat suami lebih tinggi daripada istri dalam kepemimpinan rumah tangga. Namun, apakah ketentuan itu berdasarkan jenis kelamin dan bolehkah istri mengambil alih?
Alquran menetapkan suami lebih wajar memimpin dalam rumah tangga karena dua hal. Pendiri Pusat Studi Alquran (PSQ), Prof. M. Quraish Shihab mengatakan dalam bukunya Islam yang Disalahpahami, pertama, karena suami berkewajiban membayar mahar atau mas kawin saat pernikahan. Ia juga berkewajiban menyiapkan kebutuhan hidup sang istri dan anak-anaknya.
Kedua, suami memiliki kemampuan dalam memimpin secara teratur dan berkesinambungan. Beberapa ilmuwan menyebut, lelaki memiliki emosi yang lebih stabil dan dapat lebih sabar menghadapi lawan jenisnya dibandingkan perempuan.
Tidak wajar suami yang dibebani tanggung jawab keuangan memiliki pula keistimewaan dalam konteks kepemimpinan, lalu istri yang diserahkan tugas kepemimpinannya. Namun, perlu digarisbawahi, tugas kepemimpinan itu baru wajar diperoleh suami apabila dia mampu melaksanakan tugas-tugasnya terhadap keluarga sebagaimana yang disebutkan dua hal tadi.
Di sisi lain, perlu diingat, Islam menuntun pasangan suami-istri selalu bermusyawarah dalam kehidupan rumah tangga. Ini mencerminkan musyawarah tersebut dilakukan bukan bersifat sewenang-wenang atau memaksa istri melakukan hal-hal yang bertentangan dengan ajaran agama atau mencabut hak-hak pribadi dari sang istri. Misal, menyangkut kepercayaan atau harta benda.
Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 228:
وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ ۗ وَاللّٰهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ ࣖ
Wa lir-rijāli 'alaihinna darajah, wallāhu 'azīzun ḥakīm.
“….Para lelaki atau suami memiliki derajat melebihi mereka (istri-istri masing-masing). Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.”
Namun, pada hakikatnya, derajat yang dimaksud dari ayat tersebut bukan karena suami adalah pria dan istri adalah perempuan, melainkan peluang yang dapat diraih suami dengan sikapnya terhadap istrinya. Dalam konteks ini, Guru Besar bidang Tafsir Alquran, Imam Ibnu Jarir at-Thabariy menegaskan kandungan ayat tersebut adalah perintah kepada suami agar memperlakukan istrinya dengan sifat terpuji supaya sang suami memperoleh derajat yang dimaksud.
Imam al-Ghazali menambahkan yang dimaksud perlakuan baik terhadap istri bukanlah tidak mengganggunya, tetapi bersabar dalam gangguan atau kesalahannya dan memaafkannya saat ia menumpahkan emosi dan kemarahannya. Jadi, kepemimpinan yang diserahkan kepada suami adalah tugas dan tanggung jawab yang harus dipenuhi.
Ini berarti ketetapan suami dalam memimpin rumah tangga bukan berdasarkan jenis kelamin, melainkan pertimbangan yang amat logis. Oleh karena itu, jika seandainya satu dan lain hal yang membuat istri lebih mampu memimpin daripada suami, maka demi kemaslahatan keluarga kepemimpinan tersebut dapat beralih.