Legislator Ingatkan Pentingnya Pencegahan Kekerasan Seksual

Kekerasan seksual itu harus dihentikan melalui berbagai tahapan.

Republika TV/Havid Al Vizki
Maman Imanulhaq
Rep: Nawir Arsyad Akbar Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VIII DPR Maman Imanulhaq mendukung diterbitkannya PP Nomor 70 Tahun 2020 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak. Namun, dia mengingatkan, lebih pentingnya pencegahan kejahatan tersebut.


"Kekerasan seksual itu harus dihentikan melalui berbagai tahapan. Pertama, soal edukasi, edukasi terhadap publik," ujar Maman saat dihubungi, Senin (4/1).

Masyarakat, khususnya anak juga perlu diberikan edukasi seksual, agar mengerti tindakan apa saja yang dapat menjerumus ke kejahatan. Sehingga, diharapkan kejahatan tak lagi terjadi di kemudian hari.

"Di dalamnya termasuk meningkatkan kawasan-kawasan waspada kekerasan, dengan menciptakan kampung-kampung aman, sekolah-sekolah yang ramah dan aman untuk anak," ujar Maman.

Di samping itu, perlu ada tindakan tegas dari penegak hukum terhadap pelaku kekerasan seksual. Sebab saat ini, ia menilai hukuman terhadap pelaku kekerasan seksual belumlah tegas.

"Aparat untuk bertindak tegas karena saya melihat beberapa kasus anak-anak jadi korban, (kasus) tiba-tiba selesai begitu saja atas nama kekeluargaan," ujar politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.

Meski begitu, hadirnya PP 70/2020 dapat berdampak baik dan diharapkan dapat memberi jera kepada para pelaku kekerasan seksual. "Ini menunjukkan kehadiran negara dalam mengurangi tingkat kekerasan seksual yang mengancam anak-anak," ujar Maman.

Diketahui, PP 70/2020 mengatur tentang tata cara pelaksanaan tindakan kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi elektronik, rehabilitasi dan pengumuman identitas pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Aturan ini disahkan dengan mempertimbangkan upaya mengatasi kekerasan seksual terhadap anak, untuk memberikan efek jera terhadap pelaku, dan mencegah terjadinya  kekerasan seksual terhadap anak. 

Dalam PP ini yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Tindakan kebiri kimia ini diberikan kepada pelaku yang pernah dipidana karena melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

Pasal 1 ayat (3) juga menyebutkan, pelaku kekerasan seksual terhadap anak tersebut yakni pelaku tindak pidana persetubuhan kepada anak dengan kekerasan atau ancaman kekerasan seksual memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain; dan pelaku tindak pidana perbuatan cabul kepada anak dengan kekerasan atau ancaman kekerasan seksual, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler