Larangan Perjalanan Dicabut, Penerbangan Menuju Saudi Penuh
Kerajaan Arab Saudi mencabut larangan perjalanan memasuki negaranya pada Ahad lalu.
REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Kerajaan Arab Saudi mencabut larangan perjalanan memasuki negaranya pada Ahad (3/1) lalu. Pascapencabutan larangan tersebut, pemesanan tiket perjalanan menuju Saudi membeludak.
Dilansir dari Arab News, warga Saudi dan ekspatriat yang terdampar di luar negeri membombardir agen perjalanan dan situs pemesanan tiket penerbangan sejak Kerajaan mencabut larangan perjalanan. Banyak dari mereka memesan tiket perjalanan masuk ke Saudi melalui udara, darat, maupun laut.
Saudi memutuskan menangguhkan perjalanan lantaran ditemukannya mutasi baru dari virus corona di Inggris yang lebih berbahaya. Penangguhan perjalanan dilakukan Saudi selama dua pekan.
Meskipun larangan telah dicabut, Otoritas Saudi tetap mengecualikan mereka yang berasal dari negara terinveksi virus baru. Mereka harus dikarantina selama 14 hari dan melakukan tes PCR sebelum memasuki Kerajaan.
Banyak ekspatriat terjebak di luar negeri dan masih berjuang untuk kembali ke Saudi dengan ketersediaan penerbangan yang terbatas.
Nasir Jawed, seorang pekerja sektor swasta, meninggalkan Saudi awal tahun lalu untuk menghabiskan waktu bersama keluarganya di India dan tidak dapat kembali sejak itu. Dia sekarang terdampar di Dubai. “Pertama saya mendekam selama 10 bulan di India menunggu penerbangan dilanjutkan,” katanya.
“Sekarang, lagi-lagi, ketika saya mencapai UEA untuk kembali ke Arab Saudi, setelah tetap berada di UEA selama 14 hari karantina, penerbangan ke Arab Saudi kembali dibatalkan," ceritanya.
Jawed kesulitan untuk membeli tiket penerbangannya. Menurutnya, penerbangan Saudia paling awal akan tersedia dalam 16 hari. Ini masalah baru bagi pekerja kerah biru yang tidak mampu tinggal di hotel.
"Penerbangan maskapai lain juga penuh. Kondisi yang sama, masalah yang sama… tidak ada penerbangan selama beberapa hari ke depan," kata Jawed dilansir dari Arab News, Selasa (5/1)
Kasus varian virus korona baru, SARS-CoV-2 B.1.1.7, yang pertama kali terdeteksi di Inggris pada September dan dipublikasikan pada November, berkembang pesat.
Kasus juga dilaporkan terjadi di Turki, Islandia, Yordania, UEA, Jepang, Lebanon, Pakistan, Singapura, Korea Selatan, Cina, India, Australia, Taiwan, AS, Kanada, Cile, Australia, dan Brasil. Afrika Selatan telah mencatat strain lain, yang dikenal sebagai SARS-CoV-2 501.V2.
Beberapa negara mengambil tindakan serupa untuk mencegah penyebaran varian baru. Meskipun lebih mudah menular, tidak ada bukti yang menunjukkan virus varian baru itu menyebabkan penyakit yang lebih serius atau kematian.