Ethiopia Perbaiki Masjid Al-Nejashi Berusia Ratusan Tahun
Masjid Al-Nejashi dibangun oleh Muslim pertama ke Afrika pada masa Nabi SAW.
A PHP Error was encountered
Severity: Notice
Message: Undefined variable: part
Filename: amp/berita_amp.php
Line Number: 67
A PHP Error was encountered
Severity: Notice
Message: Undefined variable: search
Filename: helpers/all_helper.php
Line Number: 2070
REPUBLIKA.CO.ID, TIGRAY -- Pemerintah Ethiopia berjanji akan memperbaiki masjid berusia ratusan tahun yang rusak akibat konflik di wilayah Tigray utara. Masjid Al-Nejashi dilaporkan dilucuti, bagian kubah, menara dan makam tokoh-tokoh Islam yang ada di sekitar masjid juga mengalami kerusakan.
Dilansir di BBC, Rabu (6/1), penduduk setempat percaya Masjid Al-Nejashi dibangun oleh Muslim pertama yang bermigrasi ke Afrika pada masa Nabi Muhammad SAW. Mereka melarikan diri dari penganiayaan di Makkah oleh Kaum Quraisy hingga akhirnya diberi perlindungan di tempat yang saat itu bernama Kerajaan Aksum.
Umat Muslim setempat juga percaya 15 murid Nabi Muhammad SAW dimakamkan di kuburan yang saat ini telah rusak akibat konflik. Beberapa sumber juga percaya masjid itu adalah yang tertua di Afrika, meski yang lain percaya gelar itu milik masjid lain di Mesir.
Sebelumnya, sebuah badan bantuan Turki pernah meluncurkan proyek pada 2015 untuk merenovasi masjid. Mereka mengatakan ingin melestarikan warisan monumen tersebut dan ingin menjadikannya tujuan utama untuk wisata religi. Masjid dan gereja dilaporkan rusak selama operasi militer yang berlangsung sebulan dan menyebabkan Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF) digulingkan dari kekuasaan di wilayah itu pada 28 November.
Apa yang sebenarnya terjadi dengan Masjid Al-Nejashi?
Sebuah organisasi nirlaba yang berbasis di Belgia melaporkan pada 18 Desember lalu bahwa Masjid al-Nejashi pertama kali dibom dan kemudian dijarah oleh pasukan Ethiopia dan Eritrea. Sumber dari orang-orang Tigray mengatakan banyak korban tewas saat mencoba melindungi masjid.
Pemerintah Ethiopia dan Eritrea menyangkal pasukan Eritrea berada di Tigray untuk membantu perang melawan TPLF. Pada Senin (4/1), televisi pemerintah Ethiopia menyebut banyak warga yang mengatakan pasukan TPLF telah menggali parit di sekitar masjid.
Saat ini, Pemerintah Ethiopia telah memberlakukan pembatasan bagi awak media meliput di Tigray sehingga sulit untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Dalam wawancara BBC Amharik, wakil direktur Otoritas Pelestarian Warisan Ethiopia, Abebaw Ayalew mengatakan sebuah tim akan dikirim untuk memeriksa kerusakan pada masjid dan gereja yang rusak sebelum diperbaiki.
"Situs-situs ini bukan hanya tempat peribadatan. Itu juga warisan seluruh Ethiopia," katanya.
Seberapa buruk konflik Tigray?
Hingga kini belum jelas berapa banyak korban yang tewas dalam konflik tersebut, tetapi Abiy sebelumnya mengatakan militer tidak membunuh satu warga sipil pun selama operasi yang menyebabkan pencopotan TPLF dari kekuasaan.
PBB dan badan hak asasi manusia lainnya menyerukan penyelidikan independen atas tuduhan terhadap semua pihak. Hal ini termasuk pembantaian warga sipil, penembakan serta penjarahan di daerah pemukiman dan rumah sakit. Akibat konflik ini, lebih dari 50 ribu orang telah melarikan diri ke Sudan untuk menghindari pertempuran itu.
Penyebab konflik
Konflik Tigray pecah pada awal November 2019 ketika Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed memerintahkan serangan militer terhadap pasukan regional di Tigray. Dia mengatakan serangan ini dilakukan sebagai tanggapan atas serangan terhadap pangkalan militer yang menampung pasukan pemerintah di Tigray.
Konflik tersebut terjadi setelah perselisihan selama berbulan-bulan antara pemerintah Abiy dan para pemimpin TPLF yang merupakan partai politik yang dominan di kawasan itu. Selama hampir tiga dekade, partai itu berada di pusat kekuasaan, sebelum dikesampingkan Abiy yang menjabat pada 2018.