Pemuncak Klasemen dan Mimpi Juara Setan Merah

Terakhir kali MU memuncaki klasemen setelah 17 laga terjadi pada musim 2012/2013.

Clive Brunskill/Pool via AP
Paul Pogba dari Manchester United, tengah, berlari untuk merayakannya setelah mencetak gol dalam pertandingan sepak bola Liga Utama Inggris antara Burnley dan Manchester United di Burnley, Inggris, Selasa, 12 Januari 2021. Manchester memenangkan pertandingan 1-0.
Red: Israr Itah

REPUBLIKA.CO.ID, Pelanggaran yang berpotensi kartu merah, gol yang dianulir, serta risiko terkena hukuman penalti. Sederet bumbu mendebarkan ini menghiasi kemenangan bersejarah Manchester United (MU) atas Burnley dengan skor 1-0 pada Rabu (13/1) dini hari WIB.


Ini bukan final piala yang memperebutkan trofi, tapi 'hanya' pertandingan rutin Liga Primer Inggris. Ini laga pekan pertama MU yang tertunda. Namun, kemenangan dengan skor tipis ini menjadi amat penting karena mengantarkan MU memuncaki klasemen sementara setelah 17 pertandingan. Bersejarah karena terakhir kali MU memuncaki klasemen setelah 17 laga terjadi pada musim 2012/2013. MU kini mengumpulkan nilai 36, melompati rival berat sekaligus juara bertahan Liverpool dengan keunggulan tiga poin. 

Setan Merah 'telat' memulai kompetisi domestik akibat berpartisipasi di Liga Champions musim lalu yang jadwalnya molor. Liga Primer memberikan keringanan bagi tim asuhan Ole Gunnar Solksjaer memulai kompetisi sepekan lebih lama untuk memenuhi syarat jarak antarmusim yang minimal mencapai 30 hari. Sehingga, laga kontra Burnley yang dijadwalkan 12 September baru bisa digelar sekarang.

Kemenangan 1-0 ini membuat kubu MU dan fan fanatik mereka kini semringah. Sebab, asa untuk kembali juara kembali mengapung setelah hampir satu dekade selalu menjadi pesakitan. Apalagi, terakhir kali MU memuncaki klasemen setelah 17 pertandingan berujung pada trofi juara. Ketika itu, pada pengujung musim 2012/2013, MU dinobatkan sebagai kampiun Liga Primer Inggris sekaligus menandai berakhirnya era kepelatihan Sir Alex Ferguson selama 26,5 tahun. Jadi, wajar saja fan Setan Merah menaruh harapan tinggi kepada gaffer Ole Gunnar Solskjaer untuk mengembalikan kejayaan tim selepas kepergian Ferguson.

Kekurangan MU

Apakah ini berlebihan? Bisa iya, bisa tidak, tergantung dari sudut mana kita melihat. Berlebihan karena musim bahkan belum mencapai separuhnya dan baru berjalan hingga 17 putaran. Padahal, saat ini, persaingan di papan atas klasemen sangatlah ketat dan mencengangkan. Lihatlah di bawah Liverpool yang menempati posisi kedua klasemen, ada Leicester City dan Everton yang sama-sama mengoleksi nilai 32 alias hanya terpaut empat angka dari MU. Berikutnya, ada Tottenham Hotspur yang mengumpulkan nilai 29, tapi baru memainkan 16 pertandingan. 

Kemudian, ada Manchester City yang juga punya koleksi 29 poin, tapi baru 15 kali bertanding. Artinya, jika dua tabungan laga tunda itu dimenangkan Kevin De Bruyne dkk, City akan melesat dari peringkat keenam menjadi kedua, menggusur Liverpool. 

Sangat mungkin terjadi melihat permainan City yang makin stabil dan menakutkan. Bahkan, bermain tanpa striker murni tak mengganggu eksplosivitas dan produktivitas gol City. Raheem Sterling dan Bernardo Silva bergantian ditempatkan pelatih Pep Guardiola menjadi false nine saat Sergio Aguero belum sepenuhnya bugar dan Gabriel Jesus menepi karena Covid-19.

 *) Penulis adalah jurnalis republika.co.id

Kembali ke MU, dalam perjalanan ke puncak klasemen sementara, Bruno Fernandes dkk tak punya catatan meyakinkan melawan tim-tim pesaing menuju paruh musim. Setan Merah kalah melawan Arsenal dan Tottenham dan imbang kontra City, Leicester, dan Chelsea. MU hanya menang atas Everton. Pasukan Solskjaer baru akan berhadapan dengan Liverpool pada Ahad (17/1) di Anfield. 

MU kerap kesulitan menghadapi lawan sepadan atau pertandingan dengan tekanan tinggi. Penggemar mereka pasti ingin melupakan kegagalan di Liga Champions karena kalah dalam laga terakhir penentuan Grup H dari RB Leipzig, padahal hanya butuh hasil imbang. Hasilnya, MU harus menerima melanjutkan perjalanannya di Eropa dengan tampil di liga malam Jumat alias Liga Europa. Atau saat pekan lalu didepak Manchester City di semifinal Piala Liga Inggris. Peluang hasil buruk berikutnya di depan mata karena MU terundi dengan Liverpool pada babak keempat Piala FA.

Catatan minor lainnya soal penampilan di Old Trafford. Entah mengapa pada awal musim ini MU loyo jika bermain di kandang sendiri. Setan Merah hanya meraih empat kemenangan dengan dua hasil imbang dan tiga kali kalah. Berbanding terbalik dengan hasil laga tandang di mana dari delapan laga mereka nyaris sempurna dengan tujuh kemenangan dan hanya sekali imbang kontra Leicester. Akan tetapi, ini juga tak bisa terlalu dibanggakan mengingat hanya dua dari delapan lawan tersebut yang berstatus pesaing langsung, yakni Leicester dan Everton.

Kelebihan MU

Oke, saatnya memandang dari sisi berbeda. MU sangat layak menjadi kandidat juara liga musim ini. Dalam tulisan akhir bulan lalu, saya menempatkan posisi MU di tempat ketiga setelah Liverpool dan Manchester City untuk mengangkat trofi juara musim 2020/2021. Sebab, saya sudah melihat tanda-tanda kebangkitan menjelang tutup tahun.

Seperti ulasan Andy Cole, mantan penyerang subur Setan Merah selepas kemenangan kontra Burnley, MU saat ini sudah makin membaik. Kelemahan di lini pertahanan sedikit demi sedikit bisa diperbaiki. Blunder yang biasanya muncul semakin jarang terlihat. Di mata Cole, skuat MU saat ini lebih mau berkorban bersama-sama untuk mencapai tujuan mereka. Eks penyerang timnas Inggris Alan Shearer menyederhanakan pandangan Cole. "Mereka bermain sebagai unit," kata Shearer singkat.

Kekompakan, tak gampang frustrasi, serta mau bekerja keras sampai detik akhir, sesuatu yang jarang terlihat pada awal  musim ini. Di mata sebagian pundit, MU bermain terlalu sederhana dengan counter attack. Saat serangan buntu, yang kerap terlihat adalah wajah-wajah frustrasi, seolah setengah hati mengeksekusi game plan yang ditetapkan sebelum pertandingan dengan maksimal.

Sekarang, khususnya saat berkaca pada pertandingan kontra Burnley, kelemahan itu tak terlihat. MU bermain tenang, menciptakan dan memanfaatkan semua kesempatan yang ada untuk berusaha menambah gol. Pada saat yang sama, menunjukkan kerja keras ekstra untuk mempertahankan keunggulan saat tuan rumah berupaya memaksakan gol penyama. Hasilnya, tak sekali pun upaya Burnley mengarah ke gawang sepanjang pertandingan. Kali pertama musim ini MU menang dalam laga tandang tanpa kebobolan, sebuah sinyal positif.

Para pemain MU mampu menjaga fokus dan emosi saat wasit memberikan keputusan yang merugikan, khususnya saat menganulir gol Harry Maguire. Sikap mental ini penting mengingat akan banyak lagi keputusan yang mungkin bisa merugikan mereka ke depan, entah karena wasit atau penilaian VAR.

 

Perbaikan performa MU di liga sebenarnya sudah mulai dirasakan pada pertengahan November 2020. Walau dengan susah payah, MU melewati 11 pertandingan dengan sembilan kemenangan dan dua hasil imbang. Performa kandang pun meningkat dengan empat kemenangan dan satu imbang dari lima laga terakhir.

Benar, MU masih tergantung pada Bruno Fernandes, tapi dalam sejumlah laga belakangan Scot McTominay dan Paul Pogba menunjukkan bahwa mereka juga mampu mengkreasi atau mencetak gol. Pogba menjadi bintang dalam pertandingan melawan Burnley dengan gol tunggalnya dan aksinya mengontrol permainan MU di lini tengah. MU juga kini kedatangan Amad Diallo, sosok yang bisa jadi amunisi baru Solskjaer saat semua pemain depannya buntu mencetak gol.

Selama Fernandes tak didera cedera dan Pogba tampil konsisten, tak naik turun seperti sebelumnya, kans MU untuk juara tetap besar. Terpenting, MU harus bisa menjawab tantangan bisa mendapatkan hasil bagus dalam laga ketat atau menghadapi lawan sepadan. Andai tak bisa menang, minimal menjaga agar tak kalah. Kemudian memaksimalkan hasil melawan tim-tim non-unggulan.

Di antara para pesaingnya, MU tampil paling konsisten mencatatkan kemenangan atas tim-tim papan tengah dan bawah. Anda bisa membandingkan hasil laga-laga MU dengan tim-tim itu, dengan para pesaingnya di papan atas. Contoh yang masih segar, ketika Liverpool ditahan imbang Newcastle United tanpa gol, MU perkasa dengan melibas the Toon Army dengan skor 4-1 di St James Park.

Peluang MU untuk menjuarai liga akan semakin besar jika mereka dibungkam Liverpool pada babak keempat Piala FA yang dijadwalkan berlangsung pada 23 Januari. Sebab dengan itu, fokus anak-anak Setan Merah hanya mengarah ke liga. Sementara para pesaing terberat, Liverpool dan City, harus membagi konsentrasi ke Liga Champions yang memasuki fase krusial pada bulan Februari. Juga di Piala FA.

Benar, MU juga akan berlaga di Liga Europa, tapi tekanan dan gengsinya tak sebesar di Liga Champions. Jika dihadapkan pilihan fokus ke liga atau tetap membagi perhatian ke Liga Europa, saya percaya Solskjaer memilih opsi pertama.

 

Kompetisi liga bukan sprint jarak pendek atau menengah, melainkan lari maraton yang panjang. Tim harus pintar-pintar menjaga 'nafas' dan kecepatan, untuk menjaga peluang finis pertama.

Memuncaki klasemen setelah 17 laga tak ada artinya. Namun berada di posisi teratas setelah melakoni 38 pertandingan adalah tujuan utamanya. Sekarang, momentum ada MU. Tinggal menanti mereka memanfaatkannya dengan maksimal untuk mengakhiri puasa juara. 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler