Menanti Perubahan Kawasan dan Timteng di Era Biden-Harris
Biden-Harris akan membawa sejumlah perubahan kebijakan luar negeri dan ekonomi
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Joe Biden dan Wakil Presiden Kamala Harris secara resmi dilantik dalam upacara yang dijaga ketat di Gedung Capitol Hill pada Rabu (20/1).
Usai dilantik, Biden langsung menjalankan tugas menjadi presiden AS sampai Januari 2025 mendatang. Dia akan memimpin AS bersama Wapres Kamala Harris.
Di hari pelantikannya, Biden menandatangani hingga 15 perintah eksekutif. Di antaranya tentang pencabutan larangan perjalanan ke AS dari negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim karena kebijakan tersebut bersifat diskriminatif.
Indonesia berharap komitmen Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Joe Biden dan Kamala Harris dalam memelihara perdamaian dan stabilitas di dunia dan kawasan.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan dalam pemeliharaan perdamaian, Indonesia berharap kontribusi positif AS terhadap penyelesaian isu Palestina-Israel yang berkeadilan sesuai dengan berbagai Resolusi PBB maupun parameter internasional yang disepakati termasuk Solusi Dua Negara.
Di kawasan Asia Tenggara dan sekitarnya, Indonesia mengharapkan AS meningkatkan kemitraan strategis dengan ASEAN dan memperkuat sentralitas ASEAN.
Retno menekankan pentingnya ASEAN untuk mengajak pemerintahan baru Amerika Serikat menjalankan multilateralisme yang inklusif dan adil.
Indonesia mengharapkan kawasan ini, termasuk Laut China Selatan, tetap stabil dan damai, jika semua negara menghormati hukum internasional, termasuk UNCLOS 1982
"Di tengah semakin rentannya perdamaian dan stabilitas dunia termasuk akibat semakin meningkatnya rivalitas, Indonesia mengharapkan AS dapat menjadi motor terciptanya dunia yang lebih aman, damai, dan stabil," kata Retno dalam konferensi pers virtual pada Kamis.
Sementara itu, para pengamat menilai naiknya Biden ke kursi kekuasaan AS akan membawa sejumlah kebijakan luar negeri dan ekonomi yang berbeda dengan pendahulunya, Donald Trump, namun efektivitas kebijakan luar negeri Biden di Timur Tengah masih harus diuji.
Pendekatan multilateral
Pengamat Pertahanan dari Lembaga Studi dan Studi Strategis Indonesia (Lesperssi) Beni Sukadis menilai pemerintahan Amerika Serikat yang dipimpin Joe Biden tidak akan seagresif pada masa pemerintahan Trump.
Dia menilai pendekatan diplomasi multilateral akan dilakukan sebagai contoh kembalinya AS pada Paris Agreement, yang diumumkan hari ini, serta negosiasi dengan Iran. Joe Biden, kata dia, juga akan memperbaiki hubungan dengan sekutu NATO yakni Jerman, Prancis, dan Inggris.
Sementara di wilayah Asia Tenggara, Amerika Serikat tetap akan mengandalkan sekutu dekatnya yakni Singapura dan Filipina serta tetap berupaya menjaga hubungan baik dengan Indonesia sebagai pemimpin ASEAN agar bisa menjaga keseimbangan dengan China.
Namun, berkaitan dengan Laut China Selatan, sikap AS akan tetap sama, kata Beni.
"Karena ini isu yang tidak bisa ditawar bahwa perairan di Laut China Selatan merupakan jalur lintas kapal internasional,' kata Beni kepada Anadolu Agency pada Kamis.
"AS akan tetap beroperasi dalam Freedom of Navigation, sebagai tanda tidak boleh ada negara lain yang mendominasi atau mengklaim Laut China Selatan sepihak," tambah dia.
Hubungan pertahanan dan keamanan dengan Indonesia juga diperkirakan akan lebih mesra.
Indonesia, jelas Beni, merupakan salah satu mitra terdekat sejak lama terutama dalam konteks stabilitas di indo-Pasifik
"Secara esensial jika Indonesia mau kerja sama keamanan apa pun dari AS, kemungkinan akan dilakukan dan akan dipenuhi," pungkas dia.
Turunkan tensi ketidakpastian keuangan global
Sementara itu, Bank Indonesia memperkirakan pemerintahan baru Amerika Serikat akan mampu menurunkan tensi ketidakpastian pasar keuangan global tahun ini.
“Ketidakpastian pasar keuangan global diprakirakan menurun seiring dengan arah kebijakan fiskal Pemerintah AS yang baru, di tengah kondisi likuiditas global yang besar dan suku bunga yang tetap rendah,” ujar Gubernur BI Perry Warjiyo, dalam konferensi pers, Kamis.
Perkembangan ini menurut dia bisa kembali mendorong aliran modal ke negara berkembang dan menopang penguatan mata uang berbagai negara, termasuk Indonesia.
Secara umum, BI memperkirakan perbaikan ekonomi berlanjut pada tahun ini, setelah sebelumnya indikator dini menunjukkan perbaikan pada Desember 2020.
Perbaikan perekonomian global ini menurut Perry ditopang oleh beberapa negara mulai dari Amerika Serikat, China, Eropa, Jepang, India dan ASEAN yang sudah menunjukkan indikasi positif.
Pada negara-negara tersebut indeks Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur dan jasa sudah memasuki fase ekspansi.
Keyakinan konsumen dan bisnis juga terus membaik.
"Perbaikan ekonomi global mendorong kenaikan volume perdagangan dan harga komoditas dunia," ujar dia.
Harapan dan realita di Timur Tengah
Sementara itu, tampuk kekuasaan AS yang beralih ke Partai Demokrat juga akan membawa perubahan di kawasan Timur Tengah.
Yon Machmudi, Ketua Prodi Pascasarjana Kajian Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia, mengatakan terpilihnya Biden memberikan harapan baru di Timur Tengah karena kepemimpinan Biden berbeda dengan Donald Trump.
Yon menilai Biden akan mengedepankan dialog dengan negara di kawasan Timur Tengah saat menjadi Presiden AS.
“Beberapa kebijakan Trump akan direvisi seperti menolak masuknya warga negara dari beberapa negara Muslim yang kontroversial itu,” kata Yon kepada Anadolu Agency.
Dia juga menilai perundingan perdamaian Palestina akan dibuka lagi di bawah kepemimpinan Demokrat.
Hal ini akan membuat AS kembali mendorong solusi dua negara dalam hubungan Palestina dan Israel.
Situasi serupa, kata Yon, juga terjadi dengan perundingan kuklir Iran yang akan dimulai lagi.
“Kebijakan demokrat akan berdampak positif terhadap perdamaian di Timur Tengah. Tapi itu kan harapan ya dan tentu implementasinya perlu kita tunggu,” kata Yon.
Terkait isu Suriah, Yon melihat Demokrat akan membawa isu perdamaian di negara konflik tersebut ke Persatuan Bangsa-Bangsa.
Artinya, AS akan memanfaatkan forum multilateral untuk mencari solusi dalam menyelesaikan konflik yang telah berlangsung sejak 2011 itu.
“AS tidak lagi menonjolkan unilateralisme,” kata dia.
Namun, Ketua Departemen Hubungan Antarbangsa DPP Hidayatullah Dzikrullah W. Pramudya mengatakan terpilihnya Biden tidak akan membawa perubahan di Palestina.
Menurut Dzikrullah, AS merupakan sponsor utama penjajahan Palestina oleh Israel sejak Presiden Harry Truman menjabat sejak 1945-1953.
Bahkan, kata dia, fakta-fakta sejarah menunjukkan dukungan sudah diberikan sejak sebelum itu.
“Tidak ada tanda-tanda pemerintahan Biden akan keluar dari posisi itu secara fundamental. Jadi bisa dipastikan seluruh kebijakan strategis USA di wilayah Timur Tengah masih akan mengamankan berlanjutnya penjajahan itu," ucap dia.
Dzikrullah mengatakan perundingan yang diinisiasi negara-negara barat selama ini terbukti tidak membawa manfaat bagi Palestina.
Menurut dia, sejak penjajahan Palestina dari Inggris hingga Israel sudah berkali-kali membuktikan bahwa “perundingan perdamaian” hanya salah satu alat agar Israel memperluas wilayah jajahannya, memperbanyak penangkapan dan pembunuhan, menghasilkan resolusi-resolusi yang tidak dilaksanakan, dan meredakan perlawanan.
“Masyarakat dunia sudah hafal. Kalau Indonesia merebut kemerdekaan dengan mengikuti ajakan Belanda berunding, sampai hari ini kita belum merdeka,” kata dia.