Lapan, Jokowi, Bareskrim, KLHK, dan Walhi Soal Banjir Kalsel

Pejabat dan instansi terkait punya jawaban berbeda pemicu banjir besar di Kalsel.

Antara/Bayu Pratama S
Prajurit Marinir menggunakan perahu karet mencari warga korban banjir di Desa Pekauman Ulu, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, Sabtu (16/1).
Rep: Erik PP/Antara/Nawir Arsyad Akbar Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banjir besar yang melanda Kalimantan Selatan (Kalsel) selama beberapa hari mulai pekan lalu, menimbulkan perdebatan di masyarakat. Banjir tercatat terjadi di 11 kabupaten/kota Kalsel yang menjadi bencana terparah dalam puluhan tahun, yang membuat 87 ribu warga sempat mengungsi.

Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), banjir menggenangi Kabupaten Tapin, Kabupaten Banjar, Kota Banjar Baru, Kota Tanah Laut, Kota Banjarmasin, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Balangan, Kabupaten Tabalong, Kabupataen Hulu Sungai Selatan, dan Kabupaten Batola. Banyak yang menuding alih fungsi lahan menjadi pemicu banjir, dan ada pihak yang menyalahkan cuaca menjadi pemicu.


Republika merangkum perbedaan pendapat pendapat para ahli, presiden, polisi, hingga tokoh masyarakat.

1. Lapan
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) menyatakan, penyempitan kawasan hutan telah meningkatkan risiko banjir di Kalsel menurut hasil analisis mengenai penyebab banjir yang melanda wilayah provinsi itu pada 12-13 Januari 2021. Kepala Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh Lapan, M Rokhis Khomaruddin, menyebut, hasil analisis menunjukkan adanya kontribusi penyusutan hutan dalam kurun 10 tahun terakhir terhadap peningkatan risiko banjir di wilayah Kalsel

Data tutupan lahan menunjukkan bahwa dari tahun 2010 sampai 2020 terjadi penyusutan luas hutan primer, hutan sekunder, sawah, dan semak belukar masing-masing 13 ribu hektare (ha), 116 ribu ha, 146 ribu ha, dan 47 ribu ha di Kalsel. Sedangkan area perkebunan di wilayah itu menurut data perubahan tutupan lahan luasnya bertambah hingga 219 ribu ha.

"Perubahan penutup lahan dalam 10 tahun ini dapat memberikan gambaran kemungkinan terjadinya banjir di DAS Barito, sehingga dapat digunakan sebagai salah satu masukan untuk mendukung upaya mitigasi bencana banjir di kemudian hari," kata Rokhis di Jakarta, Ahad (17/1).

2. Jokowi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan, banjir besar yang melanda 10 kabupaten dan kota di Provinsi Kalsel  menjadi yang pertama dalam 50 tahun terakhir. "Ini adalah sebuah banjir besar yang mungkin sudah lebih dari 50 tahun tidak terjadi di provinsi Kalimantan Selatan," kata Jokowi di Kelurahan Pekauman, Kecamatan Martapura Timur, Kabupaten Banjar, Kalsel, Senin (18/1).

Jokowi menyebut, intensitas hujan yang tinggi membuat Kalsel diterjang banjir besar. Dia pun menyampaikan rasa duka cita terhadap masyarakat terdampak banjir.

"Curah hujan yang sangat tinggi hampir 10 hari berturut-turut sehingga daya tampung Sungai Barito yang biasanya menampung 230 juta meter kubik sekarang ini masuk air sebesar 2,1 miliar kubik air sehingga memang meluap di 10 kabupaten dan kota," ucap Jokowi.

3. Bareskrim Polri
Penyidik Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipiter) Bareskrim Polri telah bertolak ke Kalsel untuk mengetahui penyebab terjadinya banjir di hampir satu provinsi tersebut. Kabag Penerangan Umum Divhumas Polri, Kombes Ahmad Ramadhan, mengatakan, dari hasil pemeriksaan, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menginformasikan banjir di Kalsel diawali curah hujan tinggi. Kemudian, sambung dia, pada saat bersamaan gelombang laut yang cukup tinggi.

"Informasi juga didapat dari syahbandar bahwa penyebab banjir adalah gelombang laut yang mencapai dua meter sampai 2,5 meter, itulah penyebab banjir di Kalsel," kata  Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (22/1).


4. KLHK
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengemukakan curah hujan yang tinggi menjadi salah satu penyebab utama banjir di Kalsel. Selain itu, faktor infrastruktur ekologis yang tidak memadai juga menjadi pemicu banjir.

"Hujanlah faktor utama yang menyebabkan banjir karena dia tinggi sekali (curah) hujannya," kata Direktur Perencanaan dan Evaluasi Pengendalian Daerah Aliran Sungai (DAS) KLHK, Saparis Soedarjanto dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Selasa (19/1).

Selain hujan, terdapat pula faktor lain yang penting, seperti air yang tidak bisa mengalir dengan baik karena wilayah banjir yang kebanyakan berada di DAS Barito, yang relatif datar. Hal itu membuat air tidak mudah teraruskan sehingga daerah tersebut cenderung mengalami penggenangan, apalagi ditambah durasi hujan yang cukup lama.

Menurut catatan, terjadi curah hujan sangat tinggi dengan curah hujan harian 9-13 Januari 2021 adalah sebesar 461 milimeter (mm) atau meningkat dari rata-rata 394 mm pada Januari 2020. Hal itu menyebabkan volume air tidak bisa ditampung oleh sungai dengan kemampuan 238 juta meter kubik (m3) yang harus menampung air 2,08 miliar m3 akibat hujan berkepanjangan itu.

5. Walhi
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyoroti banjir yang tengah terjadi di Kalsel yang dipicu, pertambangan dan perkebunan yang tidak memikirkan analisis dampak lingkungan (amdal). Direktur Eksekutif Walhi, Nur Hidayati menyebut, saat ini, 50 persen dari total wilayah seluas 3,7 juta hektare di Kalsel sudah dibebani izin tambang dan perkebunan kelapa sawit. Kondisi itu diperparah dengan tak baiknya tata kelola sumber daya alam (SDA).

"Catatan Walhi Kalimantan Selatan terdapat 814 lubang milik 157 perusahaan tambang batubara. Sebagian lubang tersebut masih berstatus aktif, sebagian lagi ditinggalkan tanpa reklamasi," ujar Nur di Jakarta, Ahad (17/1).

Walhi juga menyorot pembukaan lahan di Kalsel yang semakin massif dalam beberapa waktu terakhir. Sehingga menyebabkan berkurangnya efektivitas daerah aliran sungai (DAS) yang memperparah terjadinya banjir.

Semua itu, sambung dia, menyebabkan rusaknya ekosistem di Kalsel dan menjadi salah satu penyebab banjir besar di awal 2021. Ditambah dengan tingkat curah hujan yang tinggi di wilayah tersebut. "Banjir ini diduga kuat akibat ekosistem yang sudah kehilangan daya dukungnya. Sehingga ketika ada cuaca ekstrem, maka daya dukungnya kolaps dan mengakibatkan bencana," ujar Nur.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler