Sekjen MUI: Sudahi Polemik Jilbab SMKN 2 Padang
Sekjen MUI menilai, polemik jilbab SMKN 2 Padang kontraproduktif.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Buya Amirsyah Tambunan, meminta polemik jilbab di SMKN 2 Padang dihentikan.
Menurutnya, ada hal yang lebih penting untuk dibahas dan diwujudkan, yakni tujuan pendidikan nasional. Isu besar di dunia pendidikan adalah bagaimana membentuk jati diri pelajar sesuai tujuan pendidikan nasional. Yakni, menyelenggarakan sistem pendidikan nasional untuk meningkatkan keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia.
"Tujuan besar ini harus diwujudkan di berbagai sekolah, di antaranya, pelajar Muslim harus memperkuat jati diri dan mengembangkan ilmu pengetahuan serta teknologi," kata Buya Amirsyah kepada Republika.co.id, Senin (25/1).
Terkait aturan mengenakan pakaian Muslim bagi siswi Muslim di suatu daerah, dia mengatakan, pakaian adalah salah satu ciri untuk memperkuat karakter atau jati diri seseorang.
Adab berpakaian itu substansinya membentuk perilaku berakhlak mulia. Soal bagaimana model pakaiannya, tergantung ciri khas daerah masing-masing yang harus dihargai dan dihormati.
"Saya harap, polemik soal pakaian ini sebaiknya dihentikan karena ada tugas besar dunia pendidikan, yakni membentuk jati diri pelajar dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional," ujarnya.
Sekjen MUI ini juga menanggapi pernyataan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) yang mengatakan, sekolah tidak boleh membuat aturan atau imbauan kepada peserta didik untuk menggunakan model pakaian kekhususan agama tertentu sebagai pakaian seragam sekolah.
Menurutnya, aturan pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), sepanjang aturan itu tidak bertentangan dengan nilai-nilai keagamaan, moral, dan etika maka sah-sah saja.
Buya Amirsyah mengingatkan, jangan lupa ada kearifan lokal yang memberikan keleluasaan kepada masyarakat suatu daerah. Sehingga, kalau sekolah di suatu daerah punya ciri khas tertentu, itu sah-sah saja dan tidak ada masalah. Asal tidak bertentangan dengan nilai-nilai keagamaan, moral, dan etika.
Dia mengatakan, ada adat istiadat dan kearifan lokal yang harus dijaga dan dipelihara. Misalnya, adat Bali punya ciri khas. Masyarakat Minang juga punya adat dan ciri khas tertentu yang berangkat dari nilai-nilai keagamaan. Untuk itu, harus saling menghargai dan menghormati.
"Kita jangan berpolemik persoalan yang sifatnya simbolis. Kita harus berpikir yang lebih strategis bagaimana memajukan sistem pendidikan nasional dan menghasilkan anak didik yang berkualitas, beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia, terampil cerdas, menurut saya itu yang harus dikedepankan," jelasnya.
Sebelumnya, mantan wali Kota Padang 2004-2014, Fauzi Bahar, mengatakan, persoalan aturan memakai jilbab di SMKN 2 Padang yang belakangan menjadi polemik disebabkan adanya miskomunikasi. Yaitu, antara pihak guru dan wali murid.
Fauzi menyebut, aturan memakai pakaian Muslimah di sekolah negeri di Padang sudah dibuat saat dirinya masih menjabat sebagai orang nomor satu Kota Padang. Aturan yang dikeluarkan Fauzi pada 2005 lalu kewajiban memakai seragam berjilbab hanya untuk siswi Muslim. Bagi yang non-Muslim, hanya bersifat imbauan atau menyesuaikan.