Enam Maskapai Besar AS Merugi Rp 476 Triliun Sepanjang 2020
Tahun lalu menjadi bencana bagi maskapai penerbangan Amerika Serikat.
REPUBLIKA.CO.ID, DALLAS – Enam maskapai penerbangan terbesar Amerika Serikat (AS) mencatatkan kerugian 34 miliar dolar AS atau sekitar Rp 476 triliun (kurs Rp 14.000 per dolar AS) sepanjang 2020 akibat pandemi Covid-19. Southwest Airlines menderita kerugian setahun penuh pertamanya sejak Richard Nixon menjadi presiden dan bensin dijual seharga 36 sen per galon.
Tahun lalu menjadi bencana bagi maskapai penerbangan. Pandemi Covid-19 memberikan dampak lebih buruk dibandingkan peristiwa 9/11 atau krisis keuangan global. Beberapa maskapai penerbangan yang sangat kecil bahkan tidak dapat bertahan.
Seperti dilansir di AP News, Kamis (28/1), Southwest American dan Jetblue melaporkan total kehilangan 3,5 miliar dolar AS dalam kuartal keempat 2020.
Tekanan tidak hanya berlangsung sampai Desember tahun lalu. Pada tahun ini, banyak perusahaan memproyeksikan pendapatan yang masih suram pada kuartal pertama, seperti Delta United dan Alaska.
Maskapai berharap, proses vaksinasi akan berjalan dengan lancar sehingga musim liburan panas mendatang dapat membantu perusahaan mencapai pendapatan lebih baik. Tapi, optimisme ini juga terancam. Jumlah kasus virus corona masih tinggi, meskipun sudah berkurang dalam beberapa pekan terakhir. Ancaman penghentian distribusi vaksin juga akan menunda pemulihan industri perjalanan.
Pada pekan ini, Presiden Joe Biden kembali memberlakukan pembatasan perjalanan untuk menekan laju penyebaran virus corona. Kebijakan ini dilakukan untuk sebagian besar pelancong non-AS dari Brasil, Inggris dan Afrika Selatan.
Ada juga persyaratan baru dari AS bahwa non-warga negara harus memberikan bukti tes negatif Covid-19 sebelum menaiki penerbangan ke AS. Pasalnya, varian virus corona baru yang diidentifikasi di Afrika Selatan, sudah ditemukan di AS pada Kamis. Dua kasus didiagnosis di Carolina Selatan.
CEO American Airlines Doug Parker menyebutkan, pembatasan perjalanan ini menyebabkan penurunan permintaan terhadap maskapai. "Kami telah melihat dampaknya, khususnya pada perjalanan internasional jarak pendek, seperti Meksiko dan Karibia," ujarnya.
Maskapai mendukung pengujian terhadap pelancong internasional sebagai cara untuk menghilangkan hambatan perbatasan dan persyaratan karantina lain. Tapi, mereka mati-matian menentang pengujian pelancong di AS karena mahal dan tidak praktis.
CEO Southwest Gary Kelly berpendapat, AS memiliki kapasitas pengujian yang terbatas dan harus fokus dalam pengendalian virus dengan memvaksinasi orang lebih cepat.
Selain itu, Kelly menekankan, jika ingin melakukan pengujian, langkah ini seharusnya diberlakukan secara luas dan tidak terbatas pada transportasi udara. "Jika Anda ingin menguji orang, ujilah di toko bahan makanan, atau sebelum mereka pergi ke restoran. Kenapa harus perjalanan udara saja?" katanya.
Dengan proyeksi pertumbuhan industri perjalanan yang masih lemah, maskapai penerbangan berencana terus memangkas biaya produksi. Hal ini berpotensi meningkatkan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Fokus maskapai sekarang adalah menyeimbangkan ongkos produksi dengan pemasukan. American Airlines memproyeksikan, maskapai akan kehilangan 30 juta sehari kuartal AS pada kuartal pertama. Sementara itu, Southwest memperhitungkan dapat ‘membakar’ uang 10 juta sampai 15 juta dolar AS sehari.
Analis Wall Street memperkirakan, maskapai penerbangan akan kembali merugi tahun ini, namun tidak separah tahun lalu, menurut data yang dihimpun FactSet.