Ridwan Kamil Usul Kemenkes Persingkat Mekanisme Pelaporan
Agar Data Daerah Terkini tak Tercampur Data Lama
REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG – Gubernur Jabar Ridwan Kamil usul Kementerian Kesehatan mempersingkat mekanisme pelaporan kasus COVID-19. Angka harian dirilis dengan tidak mengonfirmasi ulang ke pemerintah daerah. Dengan begitu data yang disajikan secara nasional di laman Kementerian Kesehatan atau Satgas COVID-19 benar-benar mencerminkan waktu sebenarnya dan tidak bercampur dengan data lama.
Menurut Gubernur, selama ini prosedur pengiriman data dengan konfirmasi ulang ke daerah inilah yang menyebabkan proses pengiriman data harian berlangsung lama. Data terkini kerap tercampur data lama. Hal itu disampaikan saat rapat virtual bersama Menko Marves, Menteri Kesehatan, Mendagri, Menteri Agama, Kapolri, Panglima TNI dan sejumlah Gubernur beserta forkopimda.
"Saran saya kalau daerah melaporkan ke Kemenkes langsung saja dilaporkan ke publik tanpa harus dikonfirmasi ulang lagi. Jadi saya mohon prosedur pelaporannya agar dipersingkat," ujarnya dari Gedung Pakuan, Kota Bandung, Ahad malam (31/1) dalam siaran pers yang diterima Republika. Ridwan Kamil mencontohkan, pada 27 Januari Kemenkes mengumumkan kasus harian Jabar sebanyak 3.198. Sementara Labkesda Jabar mencatat kasus ada 1.200. Selisih yang terpublikasi di Kemenkes merupakan data lama sekitar 1.900 kasus.
"Selama ini kan lab daerah itu lapor ke pusat lalu oleh pusat dikonfirmasi lagi ke kota/kabupaten. Nah, proses konfirmasi ulang inilah yang membuat keterlambatan karena daerah merespons baliknya lama lagi," ungkapnya. Kang Emil --sapaan Ridwan Kamil-- membeberkan hingga kini masih ada 20 ribu kasus Jabar yang belum terlaporkan karena harus menunggu antrean. "Saya mau buka-bukaan saja masih ada antrean data di lab kami 20 ribu kasus yang belum terlaporkan," ungkapnya lagi.
Ketua Divisi Penanganan Kesehatan Satgas Penanganan COVID-19 Marion Siagian menyebutkan ada empat faktor penyebab pelaporan kasus baru positif terhambat. Pertama, waktu pelaporan data ke pemerintah pusat dibatasi yakni sampai pukul 14.00 WIB, sementara ada 49 variabel untuk setiap pasien yang mesti diinput. Situasi tersebut menjadi salah satu kendala bagi Sumber Daya Manusia (SDM) di daerah dalam melakukan pelaporan.
Kedua, data spesimen telah diinput, tapi data hasil pemeriksaan belum diinput oleh laboratorium jejaring pengetesan. Ketiga, puskesmas, rumah sakit, dinas fesehatan, dan laboratorium, harus menginput data ke dalam berbagai aplikasi sehingga membingungkan. "Semangat satu data juga perlu dimiliki oleh kabupaten/kota, di mana rilis data baik di pusat, provinsi maupun kabupaten/kota mengacu pada data yang sama, dengan referensi waktu yang sama," tutur Marion. Keempat, masih ada laboratorium jejaring yang tidak melaporkan hasil pemeriksaan ke dalam aplikasi New All Record.
Gubernur Jawa Barat telah berkirim surat langsung ke Kementerian Kesehatan RI tertanggal 15 Januari 2021. Ada empat poin yang menjadi permintaan. Pertama, percepatan proses integrasi antara sistem All Record dengan Pikobar sebagai pusat pelaporan data hasil lab dan kasus COVID-19 di Provinsi Jawa Barat. Kedua, proses integrasi sistem All Record dengan Pikobar akan berjalan paralel dengan pengumpulan data yang belum diinput dari lab jejaring Jawa Barat, namun hal ini tidak menjadi prasyarat integrasi; Ketiga, pengumuman data jumlah konfirmasi positif harian oleh Juru Bicara COVID-19 Nasional agar disertai penjelasan jumlah kasus lama dan kasus baru. Keempat, data sasaran vaksinasi di fasilitas Kesehatan di kabupaten/kota dapat diakses dan dipantau oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan kabupaten/kota.
Pada kesempatan yang sama, Gubernur melaporkan bahwa Bed Occupancy Rate (BOR) atau tingkat keterisian kamar perawatan pasien COVID-19 di Jabar kini sudah turun ke angka 70 persen. Padahal dua minggu sebelumnya sempat menyentuh angka 80 persen lebih. Pemda Provinsi Jabar terus memperbanyak ruang perawatan atau isolasi agar BOR lebih menurun lagi.