Rezim Militer Myanmar akan Selidiki Dugaan Kecurangan Pemilu
Dugaan kecurangan pemilu jadi alasan militer menggulingkan pemerintahan sipil Myanmar
REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Pemimpin baru Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing mengatakan, pemerintah militer akan meluncurkan penyelidikan atas dugaan penipuan dalam pemilihan umum tahun lalu. Surat kabar Global New Light of Myanmar yang dikelola negara melaporkan, pemerintahan militer juga akan memprioritaskan pandemi Covid-19 dan perekonomian.
Hlaing mengumumkan langkah tersebut pada Selasa (2/2) dalam pertemuan pertama pemerintahan barunya. Dia mengatakan, salah satu alasan mereka menggulingkan pemerintahan sipil karena gagal menyelidiki dugaan kecurangan dalam pemilihan umum. Empat hari sebelum kudeta militer, Komisi Pemilihan Umum menyatakan tidak ada masalah maupun penyimpangan dalam pemungutan suara.
Dalam pemilihan yang berlangsung pada November 2020, partai Aung San Suu Kyi yakni Liga Nasional untuk Demokrat (NLD) merebut 396 dari 476 kursi yang diperebutkan di majelis rendah dan majelis atas. Sementara partai oposisi utama, yaitu Partai Pembangunan dan Solidaritas Persatuan yang didukung militer, hanya memenangkan 33 kursi. Militer, yang dikenal sebagai Tatmadaw, secara otomatis mendapatkan alokasi 25 persen dari kursi gabungan di parlemen di bawah Konstitusi 2008 yang mulai berlaku di bawah pemerintahan militer sebelumnya.
Suu Kyi dan pemimpin-pemimpin partai berkuasa ditangkap pada Senin (1/2) dini hari. Partai NLD telah menyerukan perlawanan tanpa kekerasan terhadap kudeta militer. Militer menyatakan akan memegang kekuasaan dalam keadaan darurat selama satu tahun. Setelah itu mereka akan mengadakan pemilihan umum.
Pemerintahan militer akan tetap melanjutkan kebijakan mengatasi pandemi Covid-19 yang sebelumnya dijalankan oleh pemerintahan Suu Kyi. Selain itu, Hlaing juga akan mengambil langkah untuk meningkatkan ekonomi yang terkena dampak pandemi, terutama sektor pertanian.
Kudeta militer menjadi pukulan besar bagi seluruh rakyat Myanmar. Harapan mereka untuk menuju jalan demokrasi yang stabil telah pupus. Pada Selasa (2/2) malam, puluhan orang berkumpul di Yangon dan membunyikan klakson mobil serta memukul panci dan wajan.
Aksi tersebut merupakan bagian dari protes terhadap kudeta militer. Mereka menyerukan agar Suu Kyi dan tahanan lainnya dibebaskan. Selain itu, sekitar 3.000 orang pendukung militer juga menggelar demonstrasi di pusat kota.