Legislator: Banyak Pengusaha Ultra Mikro Andalkan Rentenir

Sebanyak 5 juta pelaku usaha ultra mikro masih mengandalkan rentenir

Aji Styawan/Antara
Seorang pedagang makanan dan minuman ringan menanti pembeli (ilustrasi). Sebanyak 5 juta pelaku usaha ultra mikro masih mengandalkan rentenir
Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PKS Anis Byarwati, mengungkapkan keprihatinan akan tingginya pelaku usaha ultra mikro yang masih mengandalkan rentenir untuk memperoleh pinjaman modal. Anis Byarwati dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Ahad (7/2), mengungkapkan hasil survei yang dilakukan oleh BRI kepada 30 juta pelaku usaha ultra mikro.

"Data yang di-publish dari survey ini sangat memprihatinkan," katanya dan menambahkan bahwa sebanyak 5 juta pelaku usaha ultra mikro masih mengandalkan rentenir untuk memperoleh pinjaman modal.

Selain itu, hasil survei tersebut juga mengemukakan bahwa 15 juta pelaku usaha ultra mikro mendapatkan pendanaan dari sektor formal atau perbankan. Dari jumlah 15 juta pelaku usaha ultra mikro tersebut, antara lain sebanyak 3 juta pelaku usaha mendapatkan pendanaan dari perbankan, sebanyak 3 juta pelaku usaha memperoleh pendanaan dari Pegadaian, 6 juta pelaku usaha mendapat pendanaan dari Group Lending.

Kemudian, lanjutnya, 1,5 juta pelaku usaha memperoleh pendanaan dari Bank Perkreditan Rakyat (BPR), serta 1,5 juta pelaku usaha mendapatkan pendanaan dari perusahaan finansial technology (fintech).

Adapun sebanyak 18 juta pelaku usaha ultra mikro, ungkap Anis, masih sama sekali tidak terlayani oleh sektor formal maupun nonformal. Untuk itu, ujar dia, diharapkan pihak perbankan agar dapat memberikan pinjaman kepada pelaku UMKM yang lebih murah dan lebih cepat, sehingga 5 juta pelaku usaha ultra mikro yang pinjam ke rentenir itu bisa pindah ke bank.

Baca Juga


Sebelumnya, Anis Byarwati juga telah mengapresiasi peran yang telah dilakukan dengan Pusat Investasi Pemerintah (PIP) dalam membantu pelaku usaha ultra Mikro, namun diharapkan agar target penerima manfaat terus berlipat ganda jumlahnya.

"PIP melaporkan pada tahun 2020 dengan alokasi anggaran PIP sebesar Rp 1 triliun, penerima manfaat bisa mencapai 1,7 juta debitur," kata Anis.

Sementara untuk tahun 2021 ini, lanjutnya, penerima manfaat ditargetkan hanya sejumlah 1,8 juta debitur dengan alokasi dana dari APBN sebesar Rp 2 triliun. Ia menyoroti bahwa alokasi anggaran yang bertambah 100 persen, namun target penerima hanya bertambah ternyata tidak sampai 10 persen.

Seperti diketahui, Kementerian BUMN menargetkan perusahaan induk atau holding ultramikro, melalui penggabungan PT Permodalan Nasional Madani (PNM), PT Pegadaian dan Bank BRI, mampu menyasar 57 juta nasabah ultramikro atau UMi.

"Kami sedang menggagas integrasi holding ultramikro yang akan menggabungkan Bank BRI, Pegadaian dan PNM, yang diharapkan menyasar 57 juta nasabah UMi dengan 30 juta di antaranya masih belum memiliki akses keuangan formal," ujar Wamen BUMN Kartika Wirjoatmodjo dalam seminar daring di Jakarta, Senin (18/1).

Menurut dia, tujuan utama dari integrasi holding ultramikro ini untuk membangun ekosistem yang bisa melakukan on boarding para pelaku usaha ultramikro yang saat ini belum terjangkau oleh akses keuangan formal.

sumber : antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler