Fraksi PKS: Revisi UU Pemilu Harus Terus Dijalankan
Fraksi PKS menilai revisi UU Pemilu diperlukan untuk perbaiki kualitas demokrasi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR menilai, revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu harus tetap dijalankan. Meskipun sejumlah fraksi yang sebelumnya mendukung, seperti Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Nasdem berbalik menolaknya.
Ketua Fraksi PKS DPR Jazuli Juwaini mengatakan, revisi UU Pemilu diperlukan untuk memperbaiki kualitas demokrasi. "Kami melihat ada kebutuhan dan kepentingan revisi UU Pemilu yaitu untuk perbaikan kualitas demokrasi hasil evaluasi kita atas penyelenggaraan pemilu lalu," ujarnya lewat keterangannya, Senin (8/2).
Jazuli menyebut, seluruh fraksi di Komisi II sudah menyetujui agar RUU Pemilu menjadi RUU usulan inisiatif DPR. Prosesnya saat ini tengah diharmonisasi dan disinkronisasi di Badan Legislasi (Baleg).
Dalam drafnya, terdapat sejumlah isu yang nantinya akan direvisi untuk pemilu yang lebih baik. Beberapa di antaranya sepertu ambang batas parlemen, keserentakan pemilu, alokasi kursi legislatif, hingga rekapitulasi suara.
"Tak kalah penting desain pemilu yang mencegah keterbelahan seperti pengalaman pemilu 2019," katanya.
Di samping itu, Fraksi PKS menilai perlunya ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen untuk diturunkan. Agar di pilpres berikutnya, hadir lebih banyak pasangan calon presiden guna mencegah polarisasi atau keterbelahan seperti Pemilu 2019.
Fraksi PKS juga berharap agar pemilihan kepala daerah (Pilkada) dinormalisasi pada 2022 dan 2023. Tujuannya, agar daerah dipimpin oleh sosok yang benar-benar dipilih masyarakat, bukan pelaksana tugas (Plt).
Jika tetap dilaksanakan pada 2024, pihaknya mengkhawatirkan beban dan ongkos ekonomi, sosial, dan politik menjadi sangat berat berat. "Dengan seluruh urgensi tersebut, tidak ada alasan untuk tidak melanjutkan revisi UU Pemilu," ucapnya.