DPR Upayakan Pengawasan Pelaksanaan Program Vaksinasi
Ketua DPR sebut pengawasan program dilakukan agar berjalan tepat manfaat dan sasaran
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR terus berupaya menjalankan fungsi pengawasannya di tengah pandemi covid-19. Ketua DPR Puan Maharani mengatakan salah satu upaya yang dilakukan DPR yaitu dengan cara mengupayakan pengawasan terhadap pelaksanaan program vaksinasi.
"Mengenai kebijakan vaksinasi Covid-19, DPR akan terus melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan vaksinasi Covid-19 agar dapat berjalan tepat manfaat dan tepat sasaran," kata Puan dalam rapat paripurna, Rabu (10/2).
Ketua DPR perempuan pertama itu mengapresiasi langkah cepat Pemerintah dalam menyediakan vaksin Covid-19 bagi masyarakat. Ia menilai langkah tersebut sebagai salah satu upaya untuk menangani Pandemi Covid-19.
"Pemerintah agar terus melakukan edukasi dan sosialisasi terkait vaksin covid-19, serta terus memastikan bahwa vaksin yang digunakan aman, bermanfaat, dan halal," tutur mantan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan tersebut.
Untuk diketahui pemerintah baru saja melakukan program vaksinasi terhadap kelompok masyarakat lanjut usia (Lansia), setelah sebelumnya memprioritaskan vaksinasi untuk tenaga kesehatan. Anggota Komisi IX DPR Rahmad Handoyo meminta pemerintah menyiapkan proses pelaksananaan vaksinasi lansia di lapangan dengan sebaik-baiknya.
"Agar berjalan lancar dengan melibatkan semua pihak dan mengerahkan nakes yang ada serta relawan nakes yang belum bekerja untuk dioptimalkan dalam proses vaksinasi agar target dari pemerintah 15 bulan benar terealisasi proses vaksinasinya," kata Rahmad kepada Republika, Senin (8/2).
Politikus PDI Perjuangan tersebut menilai dikeluarkannya izin penggunaan vaksin Covid-19 Sinovac untuk lansia oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menjadi kabar baik dan harapan baru dalam rangka pengendalian Covid-19.
Sebelumnya dikabarkan kelompok lansia tidak masuk ke dalam rencana vaksin Sinovac. "Tentu BPOM mengeluarkan izin penggunanan vaksin dikelompok lansia itu didasarkan atas data uji klinis baik di China dan Brasil dari sampel uji klinis usia 60 tahun keatas," ujarnya.
Dirinya juga mengingatkan perlunya penyaringan atau screening yang ketat dalam pemberian vaksin kepada lansia. Harus dipastikan bahwa para lansia yang akan divaksin tidak memiliki penyakit bawaan (komorbid).
"Apalagi di kampung yang jauh dari fasilitas kesehatan begitu mau di vaksin ternyata ada komorbid, mengingat sampai saat ini vaksin ini tidak diperuntukan yang ada komorbidnya," ungkapnya.
Selain itu, pada masa sidang ini, program vaksinasi yang tengah dilakukan pemerintah juga sempat diramaikan dengan wacana terkait adanya vaksinasi mandiri. Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay mengatakan opsi tersebut boleh saja ditawarkan, namun demikian, vaksinasi mandiri perlu dilakukan dengan berbagai catatan.
"Pertama, harus dipastikan keamanan dan mutu vaksinnya. Produsen vaksin juga harus jelas. Karena itu, vaksin tersebut harus betul-betul di bawah pengawasan BPOM RI," kata Saleh.
Kedua, pelaksanaannya harus melalui pendekatan kemanusiaan. Menurutnya sedapat mungkin harus dihindari muatan bisnis dan profit.
"Sebab, saat ini semua pihak sedang fokus menghadapi pandemi yang banyak menyisakan persoalan sosial ekonomi di masyarakat," ujarnya.
Ketiga, Saleh menambahkan, vaksinasi mandiri dilakukan atas pengawasan kemenkes dan dinkes-dinkes yang ada. Hal tersebut dimaksudkan agar masyarakat yang divaksin dapat termonitor dengan baik.
"Termasuk pengawasan pascaimunisasi. Dengan begitu, KIPI (jika ada), dapat diantisipasi sejak awal," tuturnya.