Balasan Rasulullah Terhadap Musyrik yang Hendak Membunuhnya

Rasulullah SAW membalas musyrik yang hendak membunuhnya dengan akhlak

republika
Rasulullah SAW membalas musyrik yang hendak membunuhnya dengan akhlak. Rasulullah SAW (ilustrasi)
Rep: Umar Mukhtar Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Akhlak yang Islami adalah prinsip dan aturan yang mengatur perilaku manusia berdasarkan wahyu untuk mengatur kehidupan seseorang. Dengan demikian seorang Muslim bisa mencapai tujuan hidup di dunia ini dengan cara yang baik.

Baca Juga


Dalam berbagai riwayat, dipaparkan mengenai akhlak Rasulullah SAW dalam hubungannya dengan non-Muslim. Salah satunya adalah ketika Nabi Muhammad SAW hendak dibunuh kaum Musyrik. 

Dampak kekalahan kelompok Musyrik pada Perang Badar, membuat mereka geram terhadap Nabi SAW. Sehingga mereka berencana membunuh Nabi SAW. Tokoh yang menonjol dalam rencana ini adalah Umair bin Wahab, yang selamat dari Perang Badar.

Namun anaknya menjadi tawanan di kaum Muslimin saat itu. Umair khawatir kaum Muslimin akan melakukan sesuatu yang buruk terhadap anaknya atas dosa-dosa bapaknya. 

Di suatu pagi, Umair menuju masjid untuk thawaf di Ka'bah dan memohon keberkahan kepada berhala-berhalanya, dia melihat Sofwan bin Umayyah yang sedang duduk di sisi Hijir. Dia mengucapkan, "Im habahan (salam jahiliyah), sayid Quraisy." Lalu dijawab Sofwan berkata, "Im shabahan (jawaban salam jahiliyah), Abu Wahab. Duduklah, kita berbicara sebentar."

Kemudian mereka bicara mengenang Badar, mengenang musibahnya yang besar, dan menghitung tawanan yang jatuh di tangan Muhammad dan para sahabatnya. Mereka berduka atas kematian para pemuka Quraisy di ujung pedang kaum Muslimin dan dilemparkannya jasad mereka ke dasar sumur di Badar. Sofwan berkata, "Demi Allah tidak ada kebaikan dalam hidup ini sesudah mereka." Umair berkata, "Kamu benar, demi Allah."

Kemudian Umair terdiam sebentar lalu dia berkata, "Demi Rabb Ka'bah, kalau aku tidak memikul utang yang belum bisa aku lunasi dan keluarga yang akan terlunta-lunta sesudahku, maka aku akan pergi kepada Muhammad dan membunuhnya, aku akan habisi perkara dan mengakhiri keburukannya."

Umair melanjutkan dengan suara pelan, "Keberadaan anakku Wahab di antara mereka membuat kehadiranku ke Yatsrib tidak menimbulkan kecurigaan pada mereka." 

Lalu Sofwan menimpalinya, "Umair, biarkan aku yang memikul seluruh utang-utangmu, aku akan melunasinya. Dan keluargamu, akan kutanggung kehidupan mereka bersama dengan keluargaku, selama aku masih hidup. Hartaku melimpah, cukup untuk membiayai mereka dan membuat mereka hidup makmur."

Umair pun setuju dan meminta untuk tidak mengatakan kepada siapa pun. Sofwan pun menjamin ucapannya. Kemudian Umair meninggalkan al-Haram dengan bencinya terhadap Nabi Muhammad.

Dia pun pergi untuk melaksanakan tekadnya tanpa perlu khawatir dicurigai oleh seseorang dalam perjalanannya karena dia termasuk orang-orang Quraisy yang masih mempunyai urusan dengan kaum Muslimin terkait dengan tawanan perang Badar.

 

Sesampainya di Madinah, Umair menuju masjid hendak menemui Rasulullah SAW. Umar bin Khattab saat itu sedang duduk bersama sebagian sahabat di dekat pintu masjid dan sedangg membicarakan kemenangan yang Allah SWT anugerahkan kepada mereka, kekalahan dan kehinaan yang Allah SWT timpakan kepada musuh mereka.

Tiba-tiba Umar menoleh, dia melihat Umair bin Wahab turun dari punggung kendaraannya dan berjalan menuju masjid dengan menenteng pedangnya. Umar berkata, "Demi Allah, dia tidak datang dengan maksud jahat..." Kemudian Umar bergegas menuju Nabi SAW dan berkata kepada beliau, "Ya Rasulullah, ini musuh Allah Umair bin Wahab telah datang dengan menghunus pedangnya, dia tidak datang kecuali dengan maksud jahat."

Maka Nabi SAW bersabda, "Bawa dia masuk kepadaku." Maka Umair bin Wahab dibawa kepada Nabi SAW. Kemudian Rasulullah SAW menghampiri Umair bin Wahab dan beliau bersabda, "Mendekatlah wahai Umair." Rasulullah SAW bertanya soal alasan kedatangan Umair.

Umair menjawab, "Aku datang dengan harapan engkau berkenan melepaskan tawanan yang ada di tanganmu, berbuat baiklah kepadanya demi aku." Rasulullah SAW bertanya mengapa Umair membawa pedang. Umair menjawab bahwa itu adalah pedang yang buruk dan tidak berguna apapun saat di Perang Badar.

Rasulullah SAW lantas mendesaknya, "Katakan dengan jujur, apa yang membuatmu datang kepadaku?" Umair menjawab, "Aku tidak datang kecuali untuk itu." Rasulullah SAW  bersabda, "Tidak. Bukan itu. Kamu duduk bersama Sofwan bin Umayyah di Hijir, lalu kalian berdua mengenang orang-orang Quraisy yang dilemparkan ke sumur Badar. Kamu berkata, 'Kalau bukan karena utang yang aku pikul dan keluarga yang aku tanggung niscaya aku akan berangkat menemui Muhammad untuk membunuhnya’. Lalu Sofwan bin Umayyah memikul utangmu dan menjamin kehidupan keluargamu dengan syarat kamu membunuhku. Allah SWT menghalangimu untuk melakukan hal itu." 

Umair terhenyak sesaat, kemudian dia berkata, "Aku bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah." Kemudian dia buru-buru menambahkan, "Ya Rasulullah, dulu kami mendustakanmu dengan tidak mempercayai berita langit yang engkau bawa dan wahyu yang turun kepadamu, tetapi ceritaku dengan Sofwan bin Umayyah hanya diketahui oleh kami berdua. Demi Allah, sungguh aku yakin bahwa yang menyampaikannya kepadamu hanyalah Allah. Segala puji bagi Allah yang telah menggiringku kepadamu sehingga Dia membimbingku kepada Islam." Umair bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Dia pun masuk Islam. Rasul bersabda kepada para sahabat, "Jadikanlah saudara kalian ini paham (dengan) agamanya dan ajarilah dia Alquran serta bebaskanlah tawanannya." 

Bahkan Umar bin Khatthab, yang awalnya mengatakan bahwa seekor babi lebih aku cintai daripada Umair bin Wahab, kini menyampaikan bahwa Umair bin Wahab lebih dicintainya daripada anaknya sendiri. Umair pun terus belajar tentang ajaran-ajaran Islam, dan mengisi hatinya dengan cahaya Alquran.

 

Sumber: saaid 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler