Ketua KPK: Gubernur Sulsel Telah Khianati Kepercayaan Rakyat

KPK mengingatkan kepala daerah memegang teguh sumpah janji dan jabatan.

Prayogi/Republika.
Ketua KPK Firli Bahuri bersiap memberikan keterangan pers penetapan tersangka di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Ahad (28/2). Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK atas kasus dugaan suap proyek infrastruktur di Provinsi Sulawesi Selatan.Prayogi/Republika.
Rep: Dian Fath Risalah Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Nurdin Abdullah sebagai tersangka perkara dugaan suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa, perizinan dan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Anggaran 2020-2021. Ketua KPK Firli Bahuri menyatakan, penerimaan uang oleh Gubernur bukan hanya bertentangan dengan sumpah jabatan yang diucapkan saat dilantik, tetapi juga melanggar aturan yang berlaku.
 
"Kami sangat menyayangkan dugaan korupsi yang dilakukan Gubernur Sulawesi Selatan yang telah mengkhianati kepercayaan yang diberikan, bukan hanya oleh rakyat," kata Firli Bahuri di Gedung KPK Jakarta, Ahad (28/2) dini hari.

Terlebih, beberapa lembaga masyarakat juga telah menyematkan penghargaan yang seharusnya dijadikan amanah oleh yang bersangkutan. Nurdin diketahui pernah mendapat penghargaan antikorupsi dari perkumpulan Bung Hatta Anti-Corruption Award (BHACA), saat menjabat sebagai Bupati Bantaeng, Sulsel pada 2017 lalu. Pada 2014, Republika juga menganugrahkan penghargaan Tokoh Perubahan 2014 kepada Nurdin saat menjabat sebagai Bupati Bantaeng.

"Kami akan terus mengingatkan kepada seluruh penyelenggara negara, khususnya kepala daerah, untuk tetap memegang teguh janji dan sumpah jabatan yang diucapkan saat dilantik," tegas Firli.

Karena, lanjut Firli, jabatan adalah amanat rakyat, jangan dikhianati hanya untuk kepentingan pribadi atau golongan tertentu. Ia memastikan KPK tak akan kehabisan energi untuk mengingatkan kepada seluruh kepala daerah bahwa jabatannya adalah amanat rakyat yang seharusnya dilakukan dengan penuh integritas.

"Perlu dipahami, korupsi tak semata soal kerugian keuangan negara, tetapi juga penyuapan, pemerasan, penggelapan dalam jabatan, kecurangan, benturan kepentingan dalam pengadaan barang dan jasa, dan gratifikasi," ujarnya.

Dalam perkara ini, KPK menetapkan tiga orang tersangka. Mereka yakni Nurdin Abdullah, Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum (Sekdis PU) Pemprov Sulsel, Edy Rahmat dan Direktur PT Agung Perdana Bulukumba, Agung Sucipto.

Nurdin diduga menerima suap Rp 2 miliar dari Agung. Tak hanya suap, Nurdin diduga menerima gratifikasi dengan total nilai Rp 3,4 miliar.

Suap diberikan guna memastikan agar Agung bisa mendapatkan kembali proyek yang diinginkannya pada 2021. Sebagai penerima, NA dan ER disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sedangkan sebagai pemberi AS disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.


Baca Juga


Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler