DK PBB Diminta Tindak Tegas Junta Myanmar
Pembunuhan pengunjuk rasa telah memicu kemarahan internasional.
REPUBLIKA.CO.ID, NAYPYIDAW -- Utusan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener, meminta Dewan Keamanan (DK) PBB untuk mengambil tindakan terhadap junta yang berkuasa. Desakan ini muncul setelah pembunuhan terhadap para pengunjuk rasa yang terus menentang pasukan keamanan dalam demonstrasi menentang kudeta.
"Berapa banyak lagi yang bisa kita biarkan militer Myanmar lolos?" ujar Schraner Burgener dalam pertemuan tertutup dari 15 anggota Dewan Keamanan PBB pada Jumat (5/3).
Menurut salinan sambutan Schraner Burgener, DK diminta untuk tegas dan koheren dalam memberi perhatian pada pasukan keamanan di Myanmar. Dia meminta lembaga itu berdiri teguh bersama rakyat Myanmar untuk mendukung hasil pemilu November yang jelas.
Pembunuhan pengunjuk rasa telah memicu kemarahan internasional. "Penggunaan kekerasan terhadap rakyat Myanmar harus dihentikan sekarang," kata Presiden Korea Selatan, Moon Jae-in, dalam sebuah kicauan di Twitter. Dia menyerukan pembebasan Suu Kyi dan tahanan lainnya dan untuk pemulihan demokrasi.
Amerika Serikat dan beberapa negara Barat lainnya telah menjatuhkan sanksi terbatas pada junta. Penyelidik hak asasi manusia PBB yang independen di Myanmar, Thomas Andrews, telah menyerukan embargo senjata global dan sanksi ekonomi yang ditargetkan.
Namun, upaya untuk menjaga persatuan DK di Myanmar, para diplomat mengatakan, sanksi tidak mungkin dipertimbangkan dalam waktu dekat. Kondisi ini mempertimbangkan kemungkinan penentangan oleh China dan Rusia yang memiliki hak veto.
"Semua pihak harus bersikap tenang dan menahan diri. Kami tidak ingin melihat ketidakstabilan, bahkan kekacauan di Myanmar," kata Duta Besar China untuk PBB Zhang Jun, menurut pernyataan yang dirilis setelah pertemuan PBB.
Menurut PBB, lebih dari 50 pengunjuk rasa telah meninggal dunia, dengan 38 orang pada Rabu (3/3) saja. Para pengunjuk rasa menuntut pembebasan Aung San Suu Kyi dan penghormatan pada hasil pemilihan November yang dimenangkan partai
pemimpin sipil itu secara telak, tetapi ditolak oleh tentara.
Militer Myanmar mengatakan telah menahan diri dalam menghentikan protes. Namun, mereka menegaskan tidak akan membiarkan demonstran mengancam stabilitas. Setidaknya satu orang meninggal oleh pasukan keamanan dalam protes pada Jumat. Menurut laporan media lokal, seorang pejabat dari Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) Suu Kyi dan keponakan juga ditikam sampai mati oleh pendukung militer.