Barak Militer di Guinea Khatulistiwa Meledak, 20 Orang Tewas
Ledakan terjadi akibat kelalaian penanganan dinamit.
REPUBLIKA.CO.ID, MALABO -- Sekurangnya 20 orang meninggal dunia dalam serangkaian ledakan besar di barak militer Guinea Khatulistiwa, Ahad (7/3) waktu setempat. Ledakan juga melukai lebih dari 600 orang.
Presiden Guinea Khatulistiwa, Teodoro Obiang Nguema Mbasogo mengatakan, ledakan tersebut terjadi akibat kelalaian penanganan dinamit. Ledakan terjadi pada pukul 16.00 di barak di sekitar Mondong Nkuantoma di Bata.
"Dampaknya telah merusak hampir semua bangunan di kota utama negara itu," ujarnya melalui saluran TVGE seperti dikutip laman the Guardian, Senin (8/3).
Kementerian Pertahanan Guinea Khatulistiwa merilis pernyataan pada Ahad malam yang mengatakan bahwa kebakaran di gudang senjata di barak menyebabkan ledakan amunisi kaliber tinggi. Jumlah korban sementara adalah 20 tewas dan 600 terluka. "Penyebab ledakan akan diselidiki sepenuhnya," kata Kementerian Pertahanan.
Televisi pemerintah menayangkan gumpalan besar asap mengepul di atas lokasi ledakan, yang diperkirakan berasal dari setidaknya lima ledakan. "Kami tidak tahu apa yang terjadi, tetapi semuanya hancur," teriak kerumunan orang yang melarikan diri.
Foto-foto di media lokal menunjukkan orang-orang berteriak dan berlarian di jalanan dikelilingi oleh puing-puing dan asap. Atap rumah tampak ambruk dan orang yang terluka dibawa ke rumah sakit.
Kementerian kesehatan menyatakan bahwa para perawat tengah merawat mereka yang terluka di lokasi tragedi dan di fasilitas medis. Namun pihaknya masih khawatir orang-orang masih terkubur di bawah reruntuhan.
Seorang dokter yang diidentifikasikan dengan nama depan Florentino mengatakan, ledakan itu adalah momen krisis sehingga membuat rumah sakit penuh sesak. Dia mengatakan pusat olahraga yang didirikan untuk pasien Covid-19 akan digunakan untuk menerima kasus yang tidak terlalu serius.
Penyiar Radio Macuto mengatakan di Twitter bahwa orang-orang dievakuasi hingga 4 kilometer di luar kota karena asapnya mungkin berbahaya. Setelah ledakan tersebut, Kedutaan Besar Spanyol di Guinea Ekuatorial merekomendasikan di Twitter bahwa warga negara Spanyol tetap tinggal di rumah mereka.
Sementara itu, putra presiden, Teodoro Nguema Obiang Mangue, wakil presiden yang bertanggung jawab atas pertahanan dan keamanan, muncul dalam tayangan televisi di tempat ledakan sedang memeriksa kerusakan, ditemani oleh pengawalnya dari Israel.
Teodorin memang semakin dipandang sebagai penerus yang ditunjuk presiden di negara Afrika Tengah yang kaya minyak itu. Bata adalah kota terbesar Guinea, dengan sekitar 800 ribu dari 1,4 juta penduduk negara tinggal di sana.
Kebanyakan dari mereka hidup dalam kemiskinan. Meskipun terletak di daratan utama, ibu kota Malabo berada di Bioko, salah satu pulau di negara itu di lepas pantai Afrika barat.
Guinea Ekuatorial telah dikuasai oleh Obiang Nguema yang berusia 78 tahun selama hampir 42 tahun. Tokoh oposisi dan organisasi internasional secara teratur menuduhnya melakukan pelanggaran hak asasi manusia.