Malaysia Putuskan non-Muslim Bisa Pakai Kata 'Allah'

Kontroversi penggunaan kata Allah telah memicu kekerasan di Malaysia.

EPA
Malaysia Putuskan non-Muslim Bisa Pakai Kata 'Allah'
Rep: Meiliza Laveda Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Pengadilan Malaysia pada Rabu (10/3) memutuskan non-Muslim dapat menggunakan kata "Allah" untuk merujuk pada Tuhan. Tindakan ini dilakukan atas masalah terkait kebebasan beragama.

Baca Juga


“Pengadilan tinggi menganggap inkonstitusional larangan pemerintah terhadap penggunaan Allah dan tiga kata Arab lainnya oleh publikasi Kristen,” kata Pengacara Penggugat, Annou Xavier, dilansir ABC News, Kamis (11/3).

Para pemimpin Kristen di Malaysia mengatakan larangan itu tidak masuk akal. Sebab, orang Kristen yang berbicara bahasa Melayu telah lama menggunakan Allah, kata Melayu yang berasal dari bahasa Arab dalam Alkitab, doa, dan lagu mereka.

Sebelumnya, pemerintah mengatakan “Allah” harus disediakan secara eksklusif bagi umat Islam guna menghindari kebingungan yang dapat membuat mereka pindah agama. Putusan pengadilan tinggi tampaknya bertentangan dengan keputusan sebelumnya oleh Pengadilan Federal pada 2014.

Keputusan itu, yakni menegakkan larangan pemerintah menyusul gugatan hukum oleh Gereja Katolik Roma yang telah menggunakan kata Allah dalam buletin berbahasa Melayu. “Pengadilan sekarang telah mengatakan kata Allah dapat digunakan oleh semua orang Malaysia. Keputusan hari ini memperkuat kebebasan dasar hak beragama bagi non-Muslim di Malaysia yang diabadikan dalam konstitusi,” ujar Xavier.

Jumlah Muslim di Malaysia sekitar dua pertiga dari 32 juta penduduk Malaysia. Dilengkapi dengan etnis minoritas China dan India.

Sementara umat Kristen ada sekitar 10 persen dari populasi. Mayoritas umat Kristen di Malaysia beribadah menggunakan bahasa Inggris, Tamil, atau dialek China. Namun, beberapa orang berbahasa Melayu di Pulau Kalimantan tidak memiliki kata lain untuk Tuhan selain Allah.

Tiga kata lain, yaitu Ka'bah atau tempat suci Islam paling suci di Makkah, baitullah atau rumah Tuhan, dan sholat atau doa juga dilarang pemerintah pada 1986. Partai politik Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO) dan Partai Islam konservatif dalam pernyataan bersama mengatakan mereka melihat putusan pengadilan dengan prihatin.

Mereka juga menuntut pemerintah melanjutkan kasus itu ke Pengadilan Banding. Sampai saat ini, kementerian dalam negeri tidak dapat dihubungi untuk dimintai komentar.

Larangan pemerintah diperkenalkan di bawah aturan koalisi yang dipimpin UMNO. Namun, koalisi itu digulingkan dalam pemilu 2018 lalu. UMNO kembali memerintah di bawah pemerintahan baru yang didominasi oleh Melayu pada tahun lalu menyusul serangkaian siasat politik.

Penasihat Federal Senior Shamsul Bolhassan yang dikutip oleh surat kabar The Star mengatakan empat kata tersebut dapat digunakan dalam materi umat Kristen sesuai dengan putusan pengadilan asalkan dengan jelas disebutkan itu hanya ditujukan untuk orang Kristen. Pun simbol salib ditampilkan.

Keputusan tersebut merupakan hasil dari gugatan hukum oleh seorang wanita Kristen. Materi agama yang mengandung kata Allah disita oleh pihak berwenang di bandara ketika dia pulang dari Indonesia pada 2008.

Kontroversi penggunaan kata Allah telah memicu kekerasan di Malaysia. Kemarahan atas putusan pengadilan yang lebih rendah terhadap larangan pemerintah pada 2009 menyebabkan rangkaian serangan pembakaran dan vandalisme di gereja dan tempat ibadah lainnya. Putusan itu kemudian dibatalkan oleh pengadilan yang lebih tinggi. 

https://abcnews.go.com/International/wireStory/malaysian-court-rules-muslims-allah-76361428

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler