Pabrik-Pabrik China di Myanmar Dibakar

China dituduh mendukung militer Myanmar dan kudeta

AP/STR
Pengunjuk rasa anti-kudeta membawa seorang pria yang terluka ketika polisi anti huru hara dan tentara ditembak dengan peluru karet untuk menumpas demonstrasi di Yangon, Myanmar Minggu, 14 Maret 2021.
Rep: Fergi Nadira Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Pabrik-pabrik China menjadi sasaran penyerang tak dikenal dalam gelombang protes di Myanmar, Ahad (14/3) waktu setempat. Kedutaan Besar China di Myanmar mengatakan, staf perusahaan ada yang terluka dan terjebak ketika pabrik-pabrik yang didanai China dijarah dan dibakar para penyerang tak dikenal tersebut.

Baca Juga


Kedutaan China menggambarkan situasi di sana "sangat parah". Hal itu dikatakan setelah serangan terhadap pabrik-pabrik yang didanai China, Ahad (14/3).

"China mendesak Myanmar mengambil langkah efektif lebih lanjut untuk menghentikan semua tindakan kekerasan, menghukum pelaku sesuai dengan hukum dan memastikan keselamatan jiwa dan properti perusahaan dan personel China di Myanmar," kata Kedutaan China dalam sebuah pernyataan yang dikutip laman Aljazirah, Senin (15/3).

Hingga berita ini dimuat, belum ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas pembakaran pabrik. Halaman Facebook Kedutaan Besar China dibombardir dengan komentar negatif dalam bahasa Myanmar dan lebih dari setengah reaksi, atau lebih dari 29 ribu menggunakan emoji wajah tertawa.

Sentimen anti-China memang telah meningkat sejak kudeta. Para penentang pengambilalihan militer mencatat kritik yang dibungkam Beijing dibandingkan dengan kecaman Barat.

Pengunjuk rasa anti kudeta curiga terhadap China dan menuduh Beijing mendukung junta. China memang tidak langsung mengutuk maupun mengecam kudeta militer. China mengatakan bahwa prioritasnya adalah stabilitas. Pemerintahnya menilai kudeta itu adalah urusan internal Myanmar.

Dalam pernyataannya pada Ahad, China meminta pengunjuk rasa di Myanmar menyatakan tuntutan mereka secara sah dan untuk tidak merusak hubungan bilateral dengan China.

 

Gelombang protes di seluruh Myanmar telah menewaskan lenih dari 100 orang sejak kudeta. Pada Ahad (14/3), dilaporkan 38 orang tewas di berbagai wilayah Myanmar.

Tindakan keras terbaru terjadi sehari setelah Mahn Win Khaing Than, yang bersembunyi bersama sebagian besar pejabat senior dari partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) Aung San Suu Kyi, mengatakan pemerintah sipil akan berusaha memberi orang hak hukum untuk membela diri. Aung San Suu Kyi, yang ditahan bersama dengan para pemimpin senior NLD lainnya pada 1 Februari, dijadwalkan kembali ke pengadilan pada Senin. Dia menghadapi setidaknya empat dakwaan, termasuk penggunaan radio walkie-talkie secara ilegal dan melanggar protokol virus corona.

Militer mengatakan pihaknya mengambil alih kekuasaan karena kecurangan dalam pemilihan umum November lalu, yang dimenangkan NLD dengan telak. Tuduhannya telah ditolak oleh komisi pemilihan. Pihaknya sudah berjanji akan menggelar pemilu baru, tapi belum menetapkan tanggal.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler