Menlu Inggris: Demokrasi di Seluruh Dunia Alami Kemunduran
Menlu Inggris, Dominic Raab menjelaskan bahaya yang ditimbulkan rezim otokrasi
REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab memperingatkan demokrasi di seluruh dunia mengalami kemunduran. Dalam pidatonya yang akan ia bacakan Rabu (17/3) ini Raab menjelaskan bahaya yang ditimbulkan rezim otokrasi pada stabilitas dan kemakmuran dunia.
Pekan ini, Inggris mengumumkan perombakan kebijakan luar negeri dan pertahanan yang memprioritaskan kawasan Indo-Pasifik. Salah satu cara untuk menahan pengaruh dan kekuasaan kepemimpinan Partai Komunis Cina.
Di Forum Keamanan Aspen di Amerika Serikat (AS), Raab akan mengatakan kebijakan luar negeri itu sebagai misi 'mendorong kebaikan di dunia'. Ia mengatakan institusi demokrasi di dunia sedang menghadapi ancaman paling berbahaya sejak Perang Dingin berakhir pada akhir tahun 1980-an.
"Demokrasi sedang mengalami kemunduran," katanya dalam rancangan pidato di forum tersebut.
Ia juga akan mengatakan data menunjukkan hasil ekonomi negara-negara rezim otokrasi akan melebihi total hasil negara-negara demokrasi.
"Tirani lebih kaya daripada kebebasan dan itu hal itu penting bagi kami di sini karena stabilitas, demokrasi yang menghormati kebebasan lebih rendah kemungkinannya untuk berperang, terancam serangan teroris dalam negeri atau gelombang imigran skala besar," katanya.
"Pada umum, tidak selalu, tapi pada umumnya lebih mudah diajak melakukan perdagangan dan bekerja sama untuk menyelesaikan masalah bersama," tambah Raab.
Sejak meninggalkan Uni Eropa 2016 lalu Inggris berusaha mencari posisinya di panggung global untuk memenuhi janji pada pendukung Brexit. Yakni setelah keluar dari blok tersebut pengaruh Inggris akan menyebar keseluruh dunia lalu membawa kemakmuran ekonomi.
Raab mencoba menunjukkan Inggris walaupun kekuatan militer dan ekonominya terlihat kerdil dibandingkan Cina dan Amerika Serikat (AS). Tapi Inggris memiliki strategi untuk memenuhi janji tersebut.
Pusat rencana itu adalah menemukan peran sebagai garda depan pelindung demokrasi dan sistem internasional baru yang berdasarkan nilai-nilai demokrasi. "Tanpa kekuatan, tanpa ekonomi, militer, diplomasi, budaya, kami tidak bisa berbuat apa-apa," katanya.