AS Perketat Sanksi ke Rusia

Paman Sam berkomitmen mencegah Rusia mengakses teknologi sensitif AS.

EPA-EFE/MIKHAIL KLIMENTYEV/SPUTNIK/KREMLIN PO
Presiden Rusia Vladimir Putin.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) memperketat sanksi pada beberapa ekspor Rusia pada Rabu (17/3). Sanksi tersebut merupakan tanggapan atas insiden peracunan kritikus Kremlin Alexei Navalny, termasuk penangkapan dan penahanannya.

Departemen Perdagangan AS mengatakan, langkah itu akan memperketat sanksi yang semula diberlakukan sebagai tanggapan atas dugaan insiden peracunan terhadap mantan perwira intelijen militer Rusia Sergei Skripal dan putrinya di Salisbury, Inggris pada Maret 2018 . Moskow membantah telah terlibat dalam peracunan Skripal.

"Kami berkomitmen untuk mencegah Rusia mengakses teknologi sensitif AS yang mungkin dialihkan ke aktivitas senjata kimianya yang berbahaya," ujar pernyataan Departemen Perdagangan AS.

Sebelumnya, Presiden AS Joe Biden telah menjatuhkan sanksi kepada Rusia terkait peracunan Navalny. Dalam sanksi tersebut, AS membekukan aset Rusia dan secara efektif melarang perusahaan dan individu AS untuk berurusan dengan Rusia.

Navalny ditangkap oleh kepolisian saat ia baru tiba di Moskow pada 17 Januari setelah menjalani perawatan di Berlin, Jerman. Navalny berstatus terpidana atas kasus pelanggaran penangguhan hukuman.

Navalny sempat jatuh sakit akibat kena racun saraf mematikan, Novichok, di Siberia musim panas tahun lalu. Novichok merupakan racun yang oleh badan pengawas senjata kimia dunia (OPCW) dilarang digunakan. OPCW membenarkan Navalny sakit karena diserang oleh racun tersebut. Kritikus Kremlin itu mendapatkan perawatan medis secara intensif di Jerman hingga pulih.

Baca Juga


Baca juga : Bangladesh Tuntut Petisi Penghapusan 26 Ayat Alquran Ditolak


Bulan lalu, Biden menyebut pemenjaraan Navalny "bermotif politik". Dia menyerukan agar Rusia segera membebaskan Navalny dan sekutunya yang ikut ditahan. Biden  telah menjanjikan pendekatan baru dan tangguh terhadap Moskow, dengan mengatakan Amerika Serikat tidak akan "abai" lagi dalam menghadapi tindakan agresif oleh Rusia.

Dalam kasus Navalny, mantan Presiden Trump tidak melakukan apa pun untuk menghukum Rusia. Pakar hak asasi manusia terkemuka PBB mengatakan, Moskow harus disalahkan karena berusaha membunuh Navalny sebagai bagian dari pola serangan terhadap para kritikus untuk membungkam perbedaan pendapat.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler