Alasan Mengapa RI tak Perlu Terlalu Khawatirkan AstraZaneca
BPOM menyebut batch AstraZaneca yang diduga sebabkan pembekuan darah tak masuk RI.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rr Laeny Sulistyawati, Rizky Suryarandika, Dea Alvi Soraya
Munculnya beberapa kasus pembekuan darah orang yang menerima vaksin AstraZaneca di Eropa belakangan menjadi isu hangat secara global. Beberapa negara sampai menghentikan sementara penyuntikan AstraZaneca, termasuk Indonesia yang juga memutuskan untuk menunda distribusi vaksin produksi Inggris itu.
Namun, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan, batch vaksin Covid-19 AstraZeneca yang masuk Indonesia berbeda dengan vaksin yang ada di Eropa yang diduga sebabkan kasus pembekuan darah. Kendati demikian, BPOM memilih berhati-hati dan masih melakukan kajian dengan para ahli terkait keamanan vaksin ini.
"Batch produk vaksin Covid-19 AstraZeneca yang telah masuk ke Indonesia tersebut berbeda dengan batch produk yang diduga menyebabkan pembekuan darah dan diproduksi di fasilitas produksi yang berbeda," kata Kepala BPOM Penny K Lukito seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Rabu (17/3).
Penny mengutip penjelasan Organisasi Kesehatan Dunia PBB (World Health Organization/WHO) pada 12 Maret 2021 lalu bahwa WHO telah menerima informasi kasus pembekuan darah termasuk dua kasus fatal akibat batch tertentu (ABV5300, ABV3025 dan ABV2856) yang diduga terkait dengan vaksin Covid-19 AstraZeneca, dan sedang melakukan kajian mendalam. Namun, WHO juga menyatakan tidak ada alasan untuk menghentikan penggunaan vaksin tersebut dengan mengikuti Emergency Use Listing (EUL) yang organisasi ini tetapkan untuk vaksin Covid-19 AstraZeneca.
Kemudian, Penny menyebutkan, beberapa Badan Otoritas Obat global diantaranya European Medicines Agency-EMA (Uni Eropa), Medicine Health Regulatory Authority – MHRA (Inggris), Swedish Medical Product Agency (Swedia), Therapeutic Goods Administration – TGA (Australia) dan Health Canada (Kanada) tetap menjalankan vaksinasi walaupun telah menerima informasi kasus serius yang diduga terkait vaksin Covid-19 AstraZeneca tersebut. Sebab, organisasi ini menilai manfaat vaksin lebih besar dari risikonya.
Baca juga : Dipaksa Mundur dari All England, Ini Reaksi Pemerintah RI
Penilaian itu didasarkan pada bukti ilmiah hasil uji klinis di mana tidak ada indikasi keterkaitan antara vaksin dengan kejadian pembekuan darah. Walaupun vaksin Covid-19 AstraZeneca telah mendapatkan EUL dari WHO untuk vaksinasi Covid-19, pihaknya tetap melakukan pengkajian lengkap aspek khasiat dan keamanan bersama Komite Nasional Penilai Obat (Komnas PO) serta melakukan kajian aspek mutu yang komprehensif.
Penny mengutip hasil uji klinis yang dilakukan pada 23.745 subjek di Inggris, Brasil dan Afrika Selatan, diketahui bahwa data keamanan berupa efek samping sifatnya ringan sampai sedang, berupa reaksi lokal dan sistemik, juga tidak ada efek samping yang sifatnya serius dan terkait dengan gangguan pembekuan darah. Secara umum manfaat vaksin Covid-19 AstraZeneca lebih besar dari risikonya.
"Walaupun vaksin Covid-19 AstraZeneca dengan nomor batch ABV5300, ABV3025 dan ABV2856 tidak masuk ke Indonesia, namun untuk kehati-hatian, BPOM bersama dengan tim pakar Komnas Penilai Obat, Komnas PP KIPI dan Itagi melakukan kajian lebih lanjut sejak diketahui isu keamanan tersebut," ujarnya.
Sebelumnya, Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) resmi menunda pendistribusian vaksin Covid-19 AstraZeneca yang telah tiba di Indonesia. Namun, penundaan sementara pendistribusian vaksin dilakukan bukan semata-mata karena laporan penggumpalan darah usai imunisasi seperti yang terjadi di negara Eropa melainkan karena kehati-hatian.
"Penundaan distribusi vaksin AstraZeneca karena lebih pada kehati-hatian, kami mengikuti arahan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)," ujar Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi saat konferensi virtual Kemenkes, Selasa (16/3).
Kini, dia melanjutkan, BPOM bersama dengan Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional (Itagi) dan para ahli sedang melihat kembali apakah kriteria-kriteria penerima vaksin yang sebelumnya telah dikeluarkan yaitu vaksin Covid-19 merek Sinovac dari Cina dan Sinovac produksi Bio Farma juga sama kriterianya dengan vaksin yang juga akan digunakan yaitu vaksin Astra Zeneca. Kini, pihaknya menunggu proses ini dan tengah melakukan proses pengecekan secara fisik atau quality control.
Baca juga : Ada Apa Dengan Vaksin Covid-19 AstraZeneca?
"Ini dipastikan dulu sebelum kami distribusikan ke fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) tempat pelaksanaan vaksinasi. Kami betul-betul menjamin dari segi mutunya," ujar Siti.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menilai vaksin AstraZaneca aman untuk didistribusikan oleh Kemenkes karena sejumlah otoritas kesehatan dunia telah mengonfirmasi tidak ada masalah. Diketahui, sebanyak 1.113.600 dosis vaksin jadi Covid-19 dari AstraZeneca telah masuk ke Indonesia, Senin (8/3) namun distribusinya ditunda padahal masa kedaluwarsanya akhir Mei 2021.
"Vaksin AstraZeneca tidak masalah didistribusikan karena sudah dibantah oleh organisasi kesehatan dunai PBB (WHO), kemudian European Medicines Agency (EMA) yang mengatakan tidak ada masalah," kata Ketua Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 IDI Zubairi Djoerban saat dihubungi Republika, Rabu (17/3).
Menurut organisasi kesehatan ini, dia menambahkan, orang-orang yang mengalami pembekuan darah bukan karena vaksinnya. Jadi, dia melanjutkan, vaksin ini tidak masalah dibagikan karena aman."Menurut saya oke saja," ujarnya.
Ahli Epidemologi dari Universitas Indonesia, Pandu Riono juga menyatakan vaksin Covid-19 merek AstraZeneca aman digunakan di Indonesia."AstraZeneca tidak perlu ditunda, bisa langsung dipakai, aman dan bermanfaat," kata dokter Pandu pada Republika, Selasa (16/3).
Pandu pun mengaku terus memantau perkembangan penggunaan vaksin AstraZeneca di dunia. Ia menyimpulkan bahwa kasus pembekuan darah yang terjadi di sebagian kasus vaksinasi tak ada kaitannya dengan AstraZeneca."Kasus itu tidak ada kaitannya dengan vaksin," ujar Pandu.
Pandu mengajak masyarakat supaya bersedia menerima vaksin AstraZeneca. Ia kembali menekankan, bahwa vaksin hasil penelitian Universitas Oxford itu aman digunakan.
"Tidak perlu takut, setiap hari ribuan orang divaksinasi dengan AstraZeneca tidak apa-apa," ucap Pandu.
Sementara, dari aspek kehalalan vaksin, Direktur Eksekutif LPPOM MUI Muti Arintawati mengatakan, saat ini LPPOM MUI telah selesai melakukan pengkajian vaksin AstraZeneca. Hasil kajian, kata dia, juga telah diserahkan ke Komisi Fatwa MUI.
“Kajian LPPOM sudah selesai dan hasilnya sudah diserahkan ke Komisi Fatwa. Untuk kelanjutannya silakan menghubungi Komisi Fatwa,” ujar Muti saat dihubungi Republika, Rabu (17/3).
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, KH Ahsin Sakho mengatakan, komisi fatwa MUI telah mengutus tim untuk melakukan peninjauan tempat produksi vaksin AstraZeneca.
“Rabu (10/3) siang ada jadwal sidang tentang hal itu (pengkajian vaksin AstraZeneca) tapi saya berhalangan hadir. (Proses pengkajian) mestinya ada kunjungan dulu ke pabriknya. Saya tak tahu siapa yg ditunjuk untuk berangkat ke sana,” ujar Ahsin kepada Republika, Ahad (14/3).
Ahsin juga memastikan, setelah kunjungan dilakukan, tim akan memaparkan hasil tinjauannya dalam sidang pleno Komisi Fatwa MUI pada Rabu (17/3) mendatang. Setelah kunjungan, (hasil tinjauan) akan dipaparkan di hadapan anggota komisi fatwa, dan disitulah akan diputuskan (halal atau tidaknya vaksin AstraZeneca).