OJK Restui Kolaborasi BPR dan Fintech Lending

Lewat kerja sama, harapannya BPR semakin mendapat kemudahan dalam akuisisi nasabah.

Google
Fintech Lending. Ilustrasi. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan petunjuk teknis terkait pelaksanaan kerja sama antara Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dengan platform teknologi finansial peer to peer (fintech P2P) lending.
Rep: Novita Intan Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan petunjuk teknis terkait pelaksanaan kerja sama antara Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dengan platform teknologi finansial peer to peer (fintech P2P) lending. Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I OJK Teguh Supangkat mengatakan salah satunya tujuannya tercipta value chain financing ekonomi digital. 

Baca Juga


“Lewat kerja sama, harapannya BPR semakin mendapat kemudahan dalam akuisisi nasabah, peningkatan kualitas asesmen risiko, dan perluasan target pasar dan platform P2P mampu meningkatkan fee based income dari permodalan BPR, serta akselerasi nilai dan cakupan penyaluran pinjaman ke daerah-daerah,” tulisnya dalam Panduan Kerja BPR & Fintech Lending seperti dikutip Kamis (18/3).

Menurutnya kolaborasi dan kerja sama dengan fintech lending dapat menjadi alternatif solusi untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan memperkuat analisis penyaluran kredit dengan target nasabah yang lebih luas.

“Bagi fintech lending, kolaborasi dan kerja sama tersebut dapat memperluas alternatif penyediaan dana dan memperkuat monitoring dalam penyaluran pinjaman sampai ke daerah-daerah,” ucapnya.

Namun demikian, otoritas menyadari masing-masing Lembaga Jasa Keuangan (LJK) ini memiliki pengaturan tersendiri dan karakteristik yang berbeda. Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu panduan kerja sama BPR dengan fintech lending sebagai pedoman pelaksanaan bagi masing-masing LJK maupun pengawas yang dapat menjembatani perbedaan karakteristik dari kedua LJK tersebut.

Dalam beleid panduan ini, OJK pun memberikan dua skema kerja sama antara BPR dengan platform P2P, yakni skema channelling dan skema referral. Pada skema channelling, proses kredit digelar melalui platform P2P selaku penyalur. BPR akan bertindak selaku pendana (lender institusi), sementara debitur akan berlaku sebagai peminjam (borrower).

Syaratnya, BPR harus memiliki pedoman atau standar prosedur operasional (SPO) pemberian kredit melalui kerja sama dengan fintech lending, serta tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dan strategi mitigasi risiko seperti penetapan batas atau limit penyaluran kredit melalui fintech lending. Sebaliknya dalam skema referral, proses kredit digelar melalui BPR, melalui rekomendasi platform P2P. 

 

Mekanismenya, pengajuan pinjaman diawali melalui platform milik fintech lending, kemudian kriteria calon borrower sesuai dengan yang disampaikan pada perjanjian kerja sama, platform P2P menyampaikan Informasi kepada BPR. Setelah dilakukan penilaian atau asesmen terhadap data dan informasi calon debitur dan menyampaikan persetujuan pendanaan, maka platform P2P menyampaikan persetujuan pinjaman kepada debitur, dengan informasi proses pinjaman selanjutnya dilakukan oleh BPR secara langsung.

“Kerja sama dilakukan dengan memperhatikan kesesuaian infrastruktur TI di antara BPR dan fintech lending, pelaksanaan kerja sama pun harus atas seizin OJK,” ucapnya.

Hal terdapat pengembangan skema kerja sama lainnya atau penyaluran kredit dengan skema kerja sama channeling oleh BPR melalui fintech lending dan dilakukan di luar wilayah jaringan kantor BPR, harus melalui mekanisme piloting review untuk mendapatkan persetujuan lebih lanjut dari pengawas OJK bahwa kerja sama dapat dilaksanakan.

Sementara Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Heru Kristiyana menambahkan mekanisme kerja sama ini diharapkan mampu membangkitkan kinerja BPR dari pandemi, sekaligus memulai era digitalisasi.

"Kolaborasi dan kerja sama penting bagi industri BPR dalam meningkatkan adaptasi teknologi informasi dan digitalisasi sebagai salah satu arah pengembangan BPR ke depan. Sedangkan sisi lain, dapat sebagai akselerasi pendanaan di daerah bagi fintech lending," ungkapnya.

Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank OJK Riswinandi berharap kerja sama ini mampu memperluas akses fintech P2P, menilik hingga kini kebanyakan realisasi penyaluran pinjaman industri masih berkutat kepada borrower yang berdomisili di pulau Jawa.

OJK mencatat dari total new loan industri P2P sebesar Rp 74,41 triliun sepanjang 2020, penyaluran ke luar Jawa hanya berkisar Rp 18,85 triliun. Apabila dilihat berdasarkan nilai penyaluran akumulatif sejak industri berdiri sebesar Rp 155,9 triliun pun tampak sangat jauh, penyaluran ke luar Jawa hanya Rp 23,51 triliun, sedangkan Jawa sebesar Rp 132,38 triliun.

"Jumlah dan kantor BPR yang banyak dengan jaringan kantor yang tersebar di seluruh Indonesia, serta faktor pengalaman dan kedekatan personal dengan nasabah merupakan nilai lebih yang dimiliki BPR, yang dapat memperbaiki kualitas penyaluran pinjaman dari fintech lending dan memperkuat industri fintech lending hingga ke pelosok Indonesia," ucapnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler