Penjelasan Beda Puasa Umum, Khusus, dan Sangat Khusus
Sesungguhnya puasa merupakan ibadah yang tidak bisa diamati panca indera manusia.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Puasa memiliki tiga tingkatan, yaitu puasa umum (shaumul awam) puasa khusus (saumul khawash) dan puasa sangat khusus (shaumul khawashi khawash). Imam Ghazali Rah seperti disampaikan Mokh Syaiful Bakhri dalam bukunya Hikmah dan Rahasia Puasa mengatakan puasa umum ialah menahan perut dan kemaluan dari melampiaskan syahwat atau hawa nafsu.
"Puasa khusus ialah puasa orang-orang saleh, yaitu dengan menahan anggota badan dari perbuatan dosa atau kemaksiatan," katanya.
Menurutnya, tidak akan sempurna puasa khusus itu melainkan dengan melaksanakan lima perkara. Pertama, memejamkan mata dari segala sesuatu yang dilarang oleh syariat.
Kedua menjaga lisan dari mempergunjingkan orang lain (ghibah) dusta, adu domba, dan sumpah palsu. Sebagaimana Anas ra telah meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, "Lima perkara yang dapat menghapus pahala puasa, yaitu dusta, bergunjing (ghibah), adu domba (namimah) sumpah palsu, dan pandangan dengan syahwat."
Ketiga, menahan telinga dari mendengarkan sesuatu yang dibenci. Keempat, menahan semua anggota badan dari sesuatu yang dibenci, menahan perut dari makanan yang diragukan kehalalannya (syubhat) pada waktu berbuka.
Sebab, tidak ada artinya berpuasa dari makanan yang halal kemudian berbuka dengan makanan yang haram. Hal itu tak ubahnya seperti orang yang membangun istana tapi menghancurkan kota.
Rasulullah SAW bersabda, "Berapa banyak orang yang berpuasa melainkan hanya mendapat lapar dan dahaga saja." Hendaknya orang yang berpuasa tidak memperbanyak makan ketika berbuka sehingga perutnya penuh dengan makanan, meski makanan yang dimakan itu merupakan makanan yang halal.
Rasulullah bersabda, "Tidak ada tempat yang paling dibenci oleh Allah selain dari perut yang penuh dengan makanan yang halal."
Adapun puasa sangat khusus ialah puasanya hati dari keinginan yang rendah, puasanya pikiran dari memikirkan duniawi segala sesuatu selain Allah secara keseluruhan. Apabila orang yang berpuasa sangat khusus itu memikirkan sesuatu selain Allah, maka batallah puasanya.
"Puasa seperti ini adalah mengikuti puasanya para nabi dan hamba-hamba Allah yang tepercaya (shiddiqin)," katanya.
Sejatinya, tingkatan puasa ketiga ini adalah menghadap kepada Allah secara keseluruhan dan berpaling kepada selain-Nya. Ketahuilah bahwa sesungguhnya puasa merupakan ibadah yang tidak bisa diamati oleh panca indera manusia.
"Yang mengetahuinya hanyalah Allah dan orang yang berpuasa itu sendiri," katanya.
Puasa merupakan ibadah yang menghubungkan antara Tuhan dan hamba. Oleh karena itu Allah menyandarkan ibadah puasa kepada Dia sendiri sebagaimana firman-Nya.
"Puasa itu untuk-Ku dan Aku sendirilah yang akan membalasnya."
Dikatakan Allah menyadarkan ibadah puasa kepada dia sendiri karena puasa itu merupakan ibadah yang di dalamnya seseorang tidak mungkin menyembuhkan Allah SWT. Berbeda dengan orang-orang kafir yang menyembah berhala dan sujud kepadanya orang-orang kafir yang menyembah matahari, bulan atau bersedekah untuk patung.
Tidak seorang pun yang berpuasa untuk berhala, matahari sama bulan, sungai, melainkan dia berpuasa hanya untuk Allah SWT. Oleh karena itu, puasa merupakan ibadah yang hanya tertuju pada Allah.
"Puasa merupakan ibadah yang murni hanya untuk Allah, sehingga Allah menyandarkan puasa itu itu kepada dia sendiri," katanya.