Mengenang Bunyi Meriam Ikon Ramadhan di Puncak Al-Madafaa

Bunyi meriam tersebut dijadikan sarana untuk mengingatkan waktu puasa.

Republika/Syahruddin El-Fikri
Kota Makkah (foto ilustrasi)
Rep: Imas Damayanti Red: Joko Sadewo

REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH – Sudah enam tahun sejak meriam yang berdiri di puncak Gunung Abu Al-Madafaa, utara Makkah, ditembakkan untuk menandai bulan suci Ramadhan, kini tak lagi dibunyikan. Padahal di tahun-tahun sebelum enam tahun lalu, gema meriam tersebut tersimpan erat dalam ingatan banyak warga Makkah.

Dulu, bunyi meriam tersebut dijadikan sarana untuk mengingatkan waktu puasa, sekaligus pengingat datangnya awal hingga akhir Ramadhan. Dilansir di Arab News, Sabtu (17/4), selama bertahun-tahun lamanya, warga yang tinggal di dekat gunung akan mendaki ke puncaknya untuk melihat meriam yang ditembakkan begitu Ramadan diumumkan.

 

Sedangkan sepanjang bulan suci Ramadhan, tembakan akan dilakukan untuk menandai dimulainya buka puasa, sahur, dan dimulainya puasa. Dalam sebuah wawancara dengan Arab News ketika meriam masih aktif, Juru Bicara Kepolisian Makkah yang bertanggung jawab untuk menjaga, memelihara dan menembakkan meriam, Mayor Abdul Mohsin Al-Maimani, mencatat betapa populernya meriam itu di kalangan masyarakat.

“Ketika Polisi Makkah didirikan 75 tahun lalu, mereka dipercaya untuk merawat meriam ini. Setelah Idul Fitri, meriam dikembalikan ke departemen khusus. Beberapa hari sebelum Ramadhan, itu dikirim kembali ke gunung. Serbuknya ditangani tim khusus agar tidak ada yang terluka,” kata dia.

Wali Kota Ray Zakhir dekat Gunung Abu Al-Madafaa, Fahad Al-Harbi,  mengatakan bahwa meriam Ramadhan menahan perubahan teknis selama beberapa dekade hingga pensiun baru-baru ini, yang mana hal itu mewakili sejarah Makkah kuno. Ledakan meriam, kata dia, dengan segala kepentingan dan keindahannya, menjadi suara ‘adzan’ bagi penduduk Makkah.

Selama bertahun-tahun, dia mencatat....

Selama bertahun-tahun, dia mencatat, meriam adalah satu-satunya cara untuk mengingatkan orang bahwa sudah waktunya untuk berbuka puasa dan menambahkan karakter yang berbeda ke bulan suci yang masih tersimpan dalam ingatan orang.

Direktur Center of Makkah History, Fawaz Al-Dahas, mengatakan, meriam tersebut telah berdiri di Gunung Abu Al-Madafaa setidaknya selama satu abad. Dan orang-orang Makkah, kata dia, kerap menghubungkan cinta mereka pada bulan suci Ramadhan dengan keduanya. Yakni meriam dan gunung.

“Dulu, tidak mungkin mendengar suara muazin Masjid Al-Haram, jadi meriam melakukan tugas itu atas nama mereka. Itu tetap menjadi tradisi yang dipegang teguh,” kata Al-Dahas.

Tapi teknologi modern terutama speaker yang ditempelkan di menara Masjid Al-Haram, kata dia, akhirnya membuat meriam itu usang dan fungsinya tak lagi dibutuhkan. Penembakan meriam selama Ramadan telah ditelusuri kembali ke abad ke-15 dan era Mamluk.

Baca Juga



BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler