Pemerintah Meksiko Minta Maaf atas Pembantaian Suku Maya
Suku Maya di Meksiko mengalami diskriminasi dan miskin
REPUBLIKA.CO.ID, MEXICO CITY -- Meksiko memperingati pertempuran terakhir dengan suku asli tahun 1901 pada Senin (3/5). Kesempatan kali ini, pemerintah mengeluarkan permintaan maaf karena selama berabad-abad telah melakukan eksploitasi dan diskriminasi brutal.
"Selama berabad-abad, orang-orang ini mengalami eksploitasi dan pelecehan. Hari ini kami mengakui sesuatu yang telah kami bantah sejak lama, kesalahan dan ketidakadilan yang dilakukan terhadap orang-orang Maya," kata Menteri Dalam Negeri Meksiko, Olga Sanchez Cordero.
Upacara diadakan di desa Tihosuco di kota Maya Felipe Carrillo Puerto, pusat pemberontakan. Acara itu terjadi di tengah-tengah peringatan yang lebih luas dari peringatan 500 tahun Penaklukan Spanyol 1519-1521 di Meksiko dan 200 tahun kemerdekaan Meksiko tahun 1821 dari Spanyol.
Presiden Meksiko, Andres Manuel Lopez Obrador, didampingi oleh Presiden Guatemala, Alejandro Giammattei dalam acara itu. Negara tetangga tersebut terlibat karena memiliki mayoritas penduduk Maya.
“Hari ini, kami meminta maaf atas nama pemerintah Meksiko atas ketidakadilan yang dilakukan terhadap Anda sepanjang sejarah kami dan atas diskriminasi yang bahkan Anda sekarang menjadi korbannya,” kata Cordero.
Suku Maya dari Quintana Roo yang melakukan pemberontakan 1847-1901 melawan pemukim Meksiko dan pemerintah yang dikenal sebagai "Perang Kasta" hingga saat ini masih tinggal di pantai Karibia. Pemberontakan akhirnya berakhir ketika pasukan Meksiko merebut Felipe Carrillo Puerto antara 4-5 Mei 1901.
Baca juga : Di India, Bencana Covid Bangkitkan Partai Oposisi
Sementara suku Maya Meksiko bertahan, mereka sebagian besar telah dikucilkan dari industri pariwisata dengan bermunculannya resor pesisir seperti Cancun dan Playa del Carmen sejak 1974. Sebagian besar anggota suku itu mencari nafkah sebagai petani skala kecil, petani buah, atau sebagai pekerja konstruksi dan pekerja kebersihan di resor.
“Kami menyadari bahwa kami memiliki sejarah yang hebat, kami dijadikan contoh, dan orang-orang menghasilkan banyak uang dari nama kami, tetapi uang itu tidak pernah muncul di komunitas kami,” kata aktivis Maya, Alfaro Yam Canul.
Pantai selatan Cancun dikenal sebagai "Riviera Maya", dan taman air sering kali memiliki atraksi "Maya", sebagian besar suku Maya hidup dalam kemiskinan. Mereka mayoritas hidup di bagian selatan negara bagian Quintana Roo yang belum berkembang, di selatan Felipe Carrillo Puerto, dekat perbatasan dengan Belize.
Yam Canul meminta Lopez Obrador untuk memberi suku Maya hak untuk mempromosikan pariwisata di bentangan panjang pantai dengan bakau yang telah ditetapkan sebagai cagar alam. Dia mengatakan, cagar alam Sian Ka'an seluas 120 kilometer pantai dan 530.000 hektar hutan bakau, lahan basah dan teluk dangkal dan laguna telah dicuri dari mereka.
"Diambil, dicuri dari kami dengan cara yang buruk tanpa pengetahuan atau berkonsultasi dengan kami," ujar Yam Canul.
Yam Canul meminta presiden untuk merevisi aturan cagar alam agar suku Maya dapat masuk dan mengembangkan pariwisata ekologi komunitas. "Semua infrastruktur pariwisata dan hotel harus berada di ibu kota Maya," ujarnya merujuk Felipe Carrillo Puerto.
Felipe Carrillo Puerto dulu dikenal sebagai Chan Santa Cruz telah dianggap sebagai ibu kota Maya karena merupakan pusat pemberontakan.