Gelombang Covid-19 di India Diduga Kuat karena Mutasi Virus
Virus Covid-19 di India disebut melakukan mutasi ganda
REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Pemerintah India mengatakan, bahwa varian mutasi ganda baru dari Covid-19 dinilai terkait kuat pada gelombang kedua di negara tersebut. Sampel yang mengandung varian B.1.617 telah ditemukan di beberapa negara bagian dengan jumlah kasus yang tinggi mulai Maret lalu.
Pejabat di Pusat Pengendalian Penyakit Nasional mengatakan, pihaknya belum sepenuhnya membuat korelasi, meski mengira terdapatnya korelasi. Mutasi ganda adalah ketika dua mutan bersatu dalam virus yang sama.
Dari sekitar 13 ribu sampel yang diurutkan, lebih dari 3.500 ditemukan varian yang menjadi perhatian (VOC) di delapan negara bagian. Namun selama lebih dari sebulan, ibu kota, New Delhi teguh berpendirian bahwa varian B.1.617 tidak memiliki hubungan dengan lonjakan kasus yang terjadi belakangan ini.
Para pejabat juga membantah bahwa peningkatan kasus terkait dengan mutasi Inggris, Afrika Selatan, dan Brasil. Ahli virologi Dr Shahid Jameel mengatakan, bahwa India mulai serius melihat mutasi cukup terlambat. Sebab, upaya pengurutan baru dimulai dengan benar pada pertengahan Februari 2021.
India mengurutkan lebih dari 1 persen dari semua sampel saat ini. "Sebagai perbandingan, Inggris mengurutkan pada 5-6 persen pada puncak pandemi. Tetapi Anda tidak dapat membangun kapasitas seperti itu dalam semalam," katanya dikutip laman BBC, Kamis (6/5).
Meskipun pemerintah pusat mengatakan ada korelasi, namun hubungan tersebut tidak sepenuhnya benar.
"Korelasi epidemiologis dan klinisnya tidak sepenuhnya ditetapkan. Tanpa korelasi, kami tidak dapat membangun hubungan langsung dengan lonjakan apa pun. Namun, kami telah menyarankan negara bagian untuk memperkuat respons kesehatan masyarakat seperti meningkatkan pengujian, isolasi cepat, mencegah keramaian, vaksinasi," ujar pejabat di Pusat Pengendalian Penyakit Nasional, Sujeet Singh.
Sementara itu, India melaporkan rekor 412 ribu kasus baru Covid-19 dalam kurun waktu 24 jam pada Rabu (5/5) waktu setempat, sedangkan mencatat 3.980 kematian bari pada kurun waktu yang sama. Penasihat ilmiah utama pemerintah juga mengatakan gelombang ketiga tidak bisa dihindari.
Berbicara pada jumpa pers kementerian kesehatan, K VijayaRaghavan mengakui bahwa para ahli tidak mengantisipasi keganasan lonjakan kasus tersebut. "Fase tiga tidak bisa dihindari, mengingat tingginya tingkat virus yang beredar," katanya pada jumpa pers dikutip laman BBC, Kamis. "Tapi tidak jelas pada skala waktu apa fase tiga ini akan terjadi. Kita harus bersiap untuk gelombang baru," ujarnya menambahkan.
Lonjakan virus saat ini telah membanjiri sistem perawatan kesehatan dengan tempat tidur rumah sakit, oksigen, dan bahkan ruang krematorium yang terbatas. Beberapa negara bagian berada di bawah lockdown dan jam malam lokal, namun pemerintah enggan memberlakukan lockdown nasional, karena khawatir akan berdampak pada ekonomi.