Apa Wajah Ideologi Para Politisi Islam di Amerika Serikat?
Peneliti membaca wajah ideologi kanan para politisi Islam Amerika Serikat
REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK – Beberapa kandidat di berbagai negara bagian Amerika Serikat telah memulai kampanye mereka untuk DPR dan Senat dalam pemilihan paruh waktu tahun depan.
Politisi Islam "progresif" seperti Ilhan Omar dan Rashida Talib, yang mengadopsi dan menyebarkan narasi "Islamofobia dan rasisme" Amerika, tampaknya menginspirasi orang lain untuk menggunakan kartu korban untuk memenangkan suara. Dan mengapa tidak? Itu berhasil untuk mereka.
Rana Abdelhamid, seorang wanita muda Mesir Amerika yang mencalonkan diri untuk menggulingkan Carolyn Maloney, sesama Demokrat, di distrik kongres ke-12 New York, menggambarkan dirinya dalam video kampanyenya sebagai korban kebencian lain di Amerika Serikat.
"Saya berusia 16 tahun ketika seorang pria menarik hijab saya di siang hari bolong dan mencoba merobeknya dari kepala saya. Saya merasa tidak berdaya, dilecehkan, dan takut," katanya, dilansir di Arab News, Ahad (9/5).
Di Virginia, Islam progresif lainnya sedang mencoba untuk memenangkan masa jabatan lain sebagai delegasi negara. Ibraheem Samirah juga melihat dirinya sebagai korban.
Dia mengatakan dalam video pemilihannya: “Ayah saya pergi ke Yordania untuk merawat ibunya yang sakit dan ditolak masuk kembali ke Amerika Serikat oleh Administrasi Bush. Keluarga saya dicabut dan dipindahkan untuk tetap bersama dan berjuang untuk pemulihan ayah saya."
Samirah tidak memberi tahu konstituennya siapa ayah dan panutannya, dan mengapa dia tidak diizinkan kembali ke Amerika Serikat pada 2003. Sabri Samirah adalah juru bicara partai Front Aksi Islam dan pada 2011 dia diperkenalkan Al Jazeera TV sebagai seorang anggota terkemuka Ikhwanul Muslimin di Yordania.
Dia juga ketua Asosiasi Islam untuk Palestina, yang memberikan layanan propaganda dan penggalangan dana kepada Hamas, menurut catatan pengadilan Amerika Serikat.
Ketika Ibrahim ingin memuji ayahnya, dia hanya mengatakan bahwa dia telah belajar darinya bagaimana mengorbankan hidupnya dengan benar untuk Palestina. Orang mungkin bertanya, mengapa seorang politisi Amerika Serikat mengorbankan hidupnya untuk negara asing?
Menurut Dalia Al-Aqidi adalah peneliti senior di Center for Security Policy, kaum Islamis mendapatkan momentum di Amerika Serikat karena tren baru yang ditetapkan sayap kiri paling jauh, yang disebut "progresif," yang menargetkan inti Amerika Serikat dengan dalih membela hak asasi manusia, keadilan, dan kebebasan.
Apakah semua imigran Muslim membenci Amerika Serikat?...
Apakah semua imigran Muslim membenci Amerika Serikat? Sama sekali tidak. Apakah semua Muslim Amerika Serikat radikal? Sama sekali tidak. Apakah Muslim sekuler tidak tertarik dengan politik Amerika Serikat? Sama sekali tidak.
"Sangat penting bagi pemilih Amerika untuk memahami bahaya kaum Islamis dan agenda mereka, dan memahami bahwa kaum Islamis menggunakan perpecahan dan tuntutan keadilan rasial untuk memenangkan suara mereka," kata Al Aqidi.
Menurut Al Aqidi, kebanyakan orang Amerika tidak menyadari perbedaan besar antara istilah "Muslim" dan "Islamis", jadi mereka menempatkan semua imigran Muslim dalam kategori yang sama dengan Omar dan Tlaib, yang menyulitkan seorang non-Islamis untuk mengejar karier politik.
Sementara Muslim sekuler tidak memiliki perwakilan yang tepat di Amerika Serikat, politisi Islam didukung oleh beberapa organisasi Muslim besar seperti Council on American-Islamic Relations (CAIR), yang dikenal karena dukungannya terhadap Demokrat Muslim dan politisi "progresif".
Salah satu pendiri dan Direktur Eksekutif CAIR, Nihad Awad, yang merupakan penggemar berat Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, tidak menyembunyikan perasaannya. Dia secara terbuka memuji presiden Turki atas kepemimpinan dan dukungannya untuk gerakan Islam di seluruh dunia.
Al Aqidi menilai bahwa jelas Awad telah memilih untuk mengabaikan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan rezim Turki, ribuan orang tak bersalah yang dijebloskan ke penjara Erdogan, dan kurangnya kebebasan di negara yang sering dia kunjungi.
Perlu dicatat bahwa Awad memperkenalkan Ilhan Omar kepada Erdogan selama kunjungannya ke kota New York pada tahun 2016, sebelum mencalonkan diri untuk jabatan publik.
Muslim sekuler Amerika Serikat perlu mengumpulkan diri mereka sendiri di bawah payung nasional agar lebih efektif dan untuk meningkatkan kesadaran akan bahaya Ikhwanul Muslimin dan kelompok radikal lainnya yang mencoba menyusup ke arena politik Amerika Serikat untuk melayani agenda asing melawan kepentingan orang Amerika Serikat dan sekutunya.
"Sangat penting bagi pemilih Amerika Serikat untuk memahami bahaya kaum Islamis dan agenda mereka, dan memahami bahwa kaum Islamis menggunakan perpecahan dan tuntutan keadilan rasial untuk memenangkan suara mereka," ujar Al Aqidi.
Rekam jejak anggota kongres Omar dan Talib membuktikan bahwa prioritas mereka jauh dari distrik dan konstituen yang mereka wakili. "Kaum Islamis di Amerika perlu dibatalkan, dihapuskan, dan tidak didanai," katanya.
Sumber: arabnews