Bisakah Garuda Indonesia Diselamatkan dari Kebangkrutan?
Pemerintah punya empat opsi penyelamatan Garuda, salah satunya likuidasi.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Muhammad Nursyamsi, Rahayu Subekti
Bloomberg pada akhir pekan lalu menerbitkan laporan yang menggambarkan kondisi kritis maskapai nasional Garuda Indonesia. Terungkap rencana restrukturisasi perusahaan yakni mengurangi jumlah pesawat yang dioperasikan hingga 50 persen untuk bertahan karena terdampak pandemi Covid-19.
"Kami harus melalui restrukturisasi yang komprehensif," kata Irfan dalam sambutanya kepada staf pada 19 Mei 2021 dalam sebuah rekaman yang didengar Bloomberg.
Dalam rekaman tersebut, Irfan mengatakan saat ini Garuda Indonesia memiliki 142 pesawat. Dalam perhitungan awalnya, ada kemungkinan Garuda Indonesia akan beroperasi dengan jumlah pesawat tidak lebih dari 70 armada.
Tidak hanya pengurangan jumlah pesawat, Irfan sebelumnya juga mengungkapkan rencana pengurangan pegawai. Garuda Indonesia menawarkan program pensiun dini secara sukarela terhadap karyawan yang telah memenuhi kriteria.
"Kebijakan ini menjadi penawaran terbaik yang dapat kami upayakan terhadap karyawan di tengah situasi pandemi saat ini, yang tentunya senantiasa mengedepankan kepentingan bersama seluruh pihak, dalam hal ini karyawan maupun perusahaan," ungkap Irfan.
Irfan memastikan, seluruh hak pegawai yang akan mengambil program tersebut akan dipenuhi sesuai dengan ketentuan perundangan-undangan yang berlaku. Begitu juga sesuai dengan kebijakan perjanjian kerja yang disepakati antara karyawan dan perusahaan.
Dia mengakui, keputusan tersebut merupakan langkah berat yang harus ditempuh perusahaan.
"Namun opsi ini harus kami ambil untuk bertahan di tengah ketidakpastian situasi pemulihan kinerja industri penerbangan yang belum menunjukan titik terangnya di masa pandemi Covid-19," jelas Irfan.
Dalam upaya penyelamatan Garuda, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir telah memiliki empat opsi strategi dalam menyelamatkan PT Garuda Indonesia (Persero). Pemerintah melakukan benchmarking atau penolakukuran dalam menetapkan empat opsi tersebut.
Dari dokumen yang diperoleh Republika, berdasarkan hasil penolakukuran dengan apa yang telah dilakukan pemerintah negara lain, terdapat empat opsi yang dapat diambil untuk Garuda saat ini.
Opsi pertama terus mendukung Garuda. Pemerintah akan terus mendukung Garuda melalui pemberian pinjaman atau suntikan ekuitas. Opsi ini merujuk pada praktik restrukturisasi pemerintah Singapura terhadap salah satu penerbangan nasional negara setempat yakni, Singapore Airlines.
"(Opsi ini) berpotensi meninggalkan Garuda dengan utang warisan yang besar yang akan membuat situasi yang menantang di masa depan," tulis dokumen tersebut.
Opsi kedua menggunakan hukum perlindungan kebangkrutan untuk merestrukturisasi Garuda. Pemerintah menggunakan proses legal bankruptcy untuk merestrukturisasi kewajiban Garuda misalnya, utang, sewa, dan kontrak kerja. Opsi yurisdiksi yang akan digunakan U.S Chapter 11, foreign jurisdiction lain, atau PKPU.
"Tidak jelas apakah UU kepailitan Indonesia mengizinkan restrukturisasi," bunyi dokumen tersebut.
Opsi ini juga berisiko restrukturisasi berhasil memperbaiki sebagian masalah seperti debt dan leaser, tetapi tidak memperbaiki masalah yang mendasarinya seperti culture dan legacy. Contoh kasus yang menjadi rujukan ialah Latam Airlines milik Malaysia.
Ospi ketiga, merestrukturisasi Garuda dan mendirikan perusahaan maskapai nasional baru. Untuk opsi ini, Garuda dibiarkan melakukan restrukturisasi. Di saat bersamaan, mulai mendirikan perusahaan maskapai penerbangan domestik baru yang akan mengambil alih sebagian besar rute domestik Garuda dan menjadi national carrier di pasar domestik.
"Untuk dieksplorasi lebih lanjut sebagai opsi tambahan agar Indonesia tetap memiliki national flag carrier. Estimasi modal yang dibutuhkan 1,2 miliar dolar AS," tulis dokumen tersebut.
Opsi keempat, Garuda akan dilikuidasi dan sektor swasta dibiarkan mengisi kekosongan. Dalam opsi ini, pemerintah mendorong sektor swasta untuk meningkatkan layanan udara, misalnya dengan pajak bandara atau subsidi rute yang lebih rendah.
"Indonesia tidak lagi memiliki national flag carrier," lanjutnya
Menurut Erick, kondisi yang dialami PT Garuda Indonesia (Persero) merupakan persoalan yang juga dialami seluruh maskapai dunia akibat tekanan pandemi. Erick menyebut industri penerbangan seluruh dunia terdampak sangat parah akibat penurunan jumlah pergerakan orang selama pandemi.
Erick mencatat jumlah rata-rata kapasitas penumpang di bandara seluruh Indonesia hanya sebanyak 15 persen, setelah sempat naik ke angka 32 persen beberapa waktu lalu. Tak hanya industri penerbangan, moda transportasi lain seperti kereta api pun mengalami tekanan serupa yang hanya mampu mencapai 15 persen sampai 20 persen dari total kapasitas.
"Indutri penerbangan mau yang punya pemerintah atau swasta sangat teddampak. Tentu kita tidak boleh menutup diri atau berdiam diri, kita harus melakukan terobosan, harus melakukan perbaikan, tidak mungkin didiamkan," ujar Erick saat jumpa pers di kantor Kementerian BUMN, Rabu (2/6).
Erick menyebut pemimpin zolim adalah pemimpin yang mendiamkan, pemimpin buruk ialah pemimpin yang tidak melakukan apa-apa. Sementara pemimpin terbaik ialah pemimpin yang mengambil keputusan dan memperbaiki kesalahannya.
Tak hanya menyiapkan empat opsi strategi dalam menyelamatkan Garuda. Erick mengatakan manajemen Garuda saat ini juga terus melakukan negoisasi ulang dengan lessor.
"Ingat, ada dua kategori lessor, lessor yang sudah terbukti kerja sama dengan direksi Garuda yang melakukan tindak pidana korupsi tapi ada juga lessor yang baik, ketika kita lakukan kerja sama tanpa feedback, tapi itu pun dengan kondisi hari ini kemahalan, jadi kita negoisasi ulang," lanjut Erick.
Erick mengaku bersyukur dengan kondisi geografis Indonesia yang sangat menopang Garuda dalam kondisi saat ini. Erick mengatakan Indonesia memiliki pasar domestik yang besar bagi industri penerbangan mengingat sebagai negara kepulauan. Hal ini berbeda dengan negara-negara lain seperti Singapura dan UEA yang amat bergantung pada pasar penerbangan internasional.
"Alhamdulillah Indonesia engara kepulauan, jadi tidak mungkin orang menuju satu pulau ke pulau lain pakai kereta. Opsinya cuma dua, kapal laut atau penerbangan," ungkap Erick.
Oleh karenanya, Erick mengaku sudah meminta manajemen Garuda untuk memfokuskan diri pada pasar domestik ketimbang penerbangan internasional. Garuda, ucap Erick, harus memperbaiki model bisnis ke depan pascapandemi.
"Sudah kita bicarakan pada November-Januari sebelum pandemi kepada direksi, kita sudah bilang fokus domestik. Kita ini bukan bisnis gaya-gayaan, wah terbang ke luar negeri, gaya," ucap Erick.
Erick menilai, jumlah penumpang domestik berkontribusi jauh lebih besar ketimbang penumpang mancanegara bagi Garuda. Sebelum pandemi, kata Erick, 78 persen atau Rp 1.400 triliun merupakan penumpang domestik. Sementara penumpang mancanegara hanya berkontribusi 22 persen atau Rp 300 triliun.
"Kalau kita berbisnis, jelas ini marketnya," kata Erick.
Serikat Karyawan Garuda (Sekarga), Asosiasi Pilot garuda (APG), dan Ikatan Awak Kabin Indonesia (Ikagi) tergabung dalam Sekretariat Bersama Karyawan Garuda Indonesia menyatakan, sudah mempelajari terkait empat opsi strategi penyelamatan Garuda Indonesia yang disiapkan Kementerian Badan Usaha Milik Negara. Ketua Harian Sekarga Tomy Tampatty mengharapkan opsi tersebut dapat dikaji kembali.
"Semua itu ke arah bangkrut atau arah likuidasi. Sebenarnya opsi yang bisa dilakukan menyehatkan Garuda lebih permanen," kata Tomy dalam konferensi pers, Jumat (28/5).
Sekretariat Bersama Karyawan Garuda Indonesia pun telah menyurati Presiden dan pihak terkait lainya terkait strategi penyelamatan Garuda Indonesia. Surat tersebut dikirimkan dengan memberikan penjelasan opsi penyelamatan Garuda versi para pekerja yang dinamakan Penyelamatan dengan Semangat Merah Putih, Nasionalisme Harga Mati.
"Ya kami kirimkan suratnya hari ini," kata Tomy.
Tak hanya kepada presiden, surat tersebut juga dikirimkan kepada MPR, DPR, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Menteri Keuangan, Menteri Perhubungan, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. serta Menteri Ketenagakerjaan. Surat tersebut juga dikirimkan kepada Ketua BPK, KPK, Kapolri, Jaksa Agung, hingga direksi dan komisaris Garuda Indonesia.
Tomy mengatakan, pembahasan penyelamatan kelangsungan Garuda Indonesia selama ini tidak menyentuh akar permasalahan utama. "Selama ini pembahasannya hanya berorientasi pada permasalahan kerugian yang dialami dan berapa banyak dana talangan yang harus dipinjamkan kepada Garuda Indonesia," jelas Tomy.
Padahal, menurutnya akar permasalahan Garuda Indonesia selama ini yakni ketidakpastian dan ketidakjelasan posisi negara serta dukunganya. Tomy mengatakan, serikat pekerja menilai Garuda Indonesia hanya dipandang dari persoalan bisnisnya saja sehingga parameter yang digunakan hanya dari sisi pendapatan dan kerugiaan perusahaan.
"Seharusnya selain dilihat dari sisi kinerja bisnisnya, Garuda Indonesia juga harus dilihat dari statusnya sebagai maskapai nasional yang menghubungkan Indonesia sebagai negara kepulauan," ungkap Tomy.
Dalam opsi tersebut, Tomy menegaskan, negara harus mempunyai sikap yang jelas terhadap status maskapai nasional Garuda Indonesia. Dia mengatakan, dukungan nyata yang harus dilakukan adalah negara melakukan reformasi dengan meninjau kembali semua kebijakan dan regulasi terkait rute domestik, golden route, dan golden time yang seharusnya 60 persen dikuasai oleh negara melalui maskapai pelat merahnya.
"Perlakuan seperti ini menjadi hal yang biasa dilakukan di beberapa negara. Dimana negara sangat memproteksi kelangsungan maskapai nasionalnya," ujar Tomy.
Dia mengatakan saat ini penerbangan maskapai asing di Indonesia sudah terlalu bebas. Bahkan, menurutnya maskapai asing secara leluasa terbang di rute penerbangan destinasi domestik.
"Seharusnya jika negara benar mendukung flag carrier Garuda Indonesia, semua konektivitas dalam negeri harus dilakukan oleh Garuda Indonesia," jelas Tomy.
Dia menambahkan, seharusnya negara juga mewajibkan semua instansi pemerintah, TNI, Polri, dan lembaga negara yang menggunakan APBN dalam perjalanan dinasnya menggunakan Garuda Indonesia. Hal tersebut dapat dilakukan sesuai anggaran perjalanan dinasi dengan harga tiket yang ada.