Menkumham Yasonna: Mengkritik Presiden Sah Saja Dilakukan

Menkumham menanggapi polemik pasal penghinaan presiden.

Prayogi/Republika.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (9/6). Rapat tersebut membahas rencana kerja bidang legislasi di tahun 2021 dan evaluasi terhadap pelaksanaan rencana prioritas kerja Kementerian Hukum dan HAM tahun 2021 di bidang pemasyarakatan dan keimigrasian.Prayogi/Republika.
Rep: Febrianto Adi Saputro Red: Bayu Hermawan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Yasonna H Laoly, menanggapi soal polemik pasal penghinaan presiden di dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Undang-Undang Pidana (RUU KUHP). Menurutnya mengkritik presiden sah saja dilakukan. 

Baca Juga


"Mengkritik presiden sah, sekritik-kritiknya lah, kritik kebijakannya, apanya, sehebat-hebatnya kritik. Bila perlu, tidak puas ada mekanisme konstitusional juga ada kok," kata Yasonna dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (9/6). 

Namun Yasonna menegaskan, yang tidak boleh dilakukan adalah ketika presiden diserang secara personal. Menurutnya kebebasan menyampaikan pendapat tidak bisa diartikan boleh bebas-sebebasnya.  

"Saya kira kita harus ada batas-batas yang harus kita jaga sebagai masyarakat Indonesia yang beradab," ujarnya. 

 

Yasonna menambahkan, Presiden sendiri tidak masalah dengan pasal tersebut. Lagipula menurutnya aturan tersebut penting tidak hanya untuk presiden saat ini saja, tetapi juga untuk presiden yang akan datang.  

"Mungkin saja satu di antara kita jadi presiden, atau bossnya pak Habiburohman (Anggota Komisi III Fraksi Gerindra), kita biarkan itu? Kalau bossnya Pak Benny masih lama barangkali. Misalnya, contoh. Ya kan? Masih muda, canda, canda," kelakar politikus PDIP itu.

Selain itu dirinya juga menegaskan bahwa pasal penghinaan presiden yang ada dalam RUU KUHP kali ini berbeda dengan pasal yang sebelumnya telah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Bedanya pasal penghinaan presiden kini menjadi delik aduan. 

"Kalau kita biarkan, masa kalau saya dihina orang, punya hak secara hukum untuk harkat dan martabat, bukan sebagai pejabat publik," ucapnya. 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler