Komisi III Desak Pengusutan Skandal Impor Emas Rp 47,1 T
Importasi emas itu dikenakan bea masuk 0 persen, padahal harusnya dikenakan 5 persen.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan menyoroti adanya impor emas oleh delapan perusahaan lewat Bandara Soekarno-Hatta senilai Rp 47,1 triliun. Dia meminta, agar Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk mengusut kasus tersebut.
"Ada indikasi ini perbuatan manipulasi Pak, pemalsuan menginformasikan hal yang tidak benar, sehingga produk tidak dikenai bea impor, produk tidak dikenai pajak penghasilan impor," ujar Arteria dalam rapat kerja dengan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, Senin (14/6).
Dari laporan Direktur Penindakan dan Penyidikan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, importasi emas itu dikenakan bea masuk 0 persen. Padahal, seharusnya dikenakan bea masuk 5 persen.
Dia mengatakan, setidaknya ada kerugian negara mencapai Rp 2,9 triliun dari impor emas tersebut. "Saya minta juga periksa PT Aneka tambang, dirutnya diperiksa, vice presidetnya diperiksa. Kenapa? setiap ada perdebatan di bea cukai dateng itu Aneka Tambang mengatakan ini masih memang seperti itu sehingga biaya masuknya bisa 0 persen," ujar Arteria.
Dia menjelaskan, penyelewengan dilakukan lewat perubahan data emas ketika masuk di Bandara Soetta. Emas yang semula dikirim dari Singapura berbentuk setengah jadi dan berlebel, tapi ketika sampai, emas itu diubah lebel menjadi produk emas bongkahan.
"Ini semua emas biasa kita impor dari Singapura, ada perbedaan laporan ekspor dari negara Singapura ke petugas bea cukai, waktu masuk dari Singapura barangnya sudah bener HS-nya (Harmonized System) 71081300 artinya kode emas setengah jadi," ujar Arteria.
Adapun delapan perusahaan tersebut adalah PT Jardin Traco Utama, PT Aneka Tambang, PT Lotus Lingga Pratama, PT Royal Rafles Capital, dan PT Viola Davina. Selanjutnya PT Indo Karya Sukses, PT Karya Utama Putra Mandiri, dan PT Bhumi Satu Inti.
Anggota Komisi III DPR Sarifuddin Sudding menyebut adanya modus baru yang berpotensi menghadirkan kerugian negara, yakni pencucian emas. Dari data yang diperolehnya, setidaknya ada delapan perusahaan yang diduga melakukan praktik tersebut.
"Ada data yang kita dapatkan dari Bea Cukai, ada delapan perusahaan yang terindikasi melakukan pencucian emas dari penambang-penambang liar yang punya potensi kerugian negara sampai 293 miliar," ujar Sudding.