Bangladesh: Krisis Rohingya Masih Hantui Asia Selatan

Bangladesh menjadi negara paling terdampak krisis Rohingya

EPA-EFE/MONIRUL ALAM
Sekelompok pengungsi Rohingya di atas kapal angkatan laut saat mereka pindah ke Pulau Bhashan Char, di Chittagong, Bangladesh 29 Desember 2020. Kelompok kedua pengungsi Rohingya dipindahkan ke pulau Bhashan Char di bawah distrik Noakhali.
Rep: Lintar Satria Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Diplomat tinggi Bangladesh memperingatkan melindungi krisis Rohingya akan berdampak pada seluruh kawasan Asia Tenggara, tidak hanya Bangladesh negara yang paling terdampak krisis ini.

Baca Juga


"Krisis yang sudah lama terjadi di Myanmar masih menghantui tidak hanya Bangladesh tapi juga kawasan Asia Tenggara secara keseluruhan," kata Menteri Luar Negeri Bangladesh A. K. Abdul Momen dalam webinar yang berjudul Revisiting Contemporary Peace and Security Challenges in the South Asian Region, seperti dikutip Anadolu Agency, Ahad (28/6).

Mengacu pada perdamaian dan stabilitas di kawasan, Momen menambahkan demi kepentingan orang-orang yang dipersekusi dan stabilitas di kawasan maka krisis Rohingya harus diselesaikan. "Dalam cara yang tahan lama sebagai prioritas utama," ujarnya.

Saat ini Bangladesh menjadi negara yang paling terdampak krisis Rohingya sebab mereka menampung lebih dari 1,1 juta minoritas muslim Myanmar tersebut. Negara Asia Selatan itu menanggung biaya ekonomi-sosial dan lingkungan yang cukup tinggi.

Organisasi kemanusiaan Amnesty International mencatat lebih dari 750 ribu pengungsi Rohingya yang sebagian besar perempuan dan anak-anak melarikan diri dari Myanmar dan menyeberang ke Bangladesh. Hal itu setelah pasukan Myanmar menggelar penindakan terhadap komunitas itu pada Agustus 2017 lalu.

 

Ontario International Development Agency melaporkan sejak 25 Agustus 2017 hampir pasukan keamanan Myanmar membunuh 24 ribu, melempar 34 ribu lainnya ke api, memukuli 114 orang, memperkosa 18 ribu perempuan dan anak perempuan, membakar 115 ribu rumah, dan merusak 113 ribu rumah muslim Rohingya.  

"Kami telah melihat bagaimana aksi persekusi tanpa akal terutama di wilayah yang dapat berdampak pada lanskap keamanan dan stabilitas kawasan," kata Momen.

Ia menekankan krisis Rohingya bukan lagi masalah internal Myanmar. "Pernah menjadi urusan internal Myanmar, kini telah mengacaukan ketenangan kawasan di Asia Tenggara dan Selatan dan memicu kecaman global," tambahnya.

Momen mengkritik masyarakat internasional yang tidak memainkan peran yang semestinya untuk menekan Myanmar berhenti mempersekusi rakyatnya sendiri dan terus mengembangkan hubungan dengan negara Asia Tenggara itu.

"Lokasinya yang strategis dan sumber daya alam yang belum dimanfaatkan di Negara Bagian Rakhine membuat Myanmar mitra strategis negara-negara kuat dunia dan kawasan, mereka mulai memperekuat hubungan politik dan ekonomi dengan Myanmar untuk membentuk perdagangan, investasi dan menormalisasi hubungan dengan harapan dapat mengarahkan negara itu ke demokrasi," kata Momen.

Ia mendesak masyarakat internasional 'lebih vokal' menentang pembatasan ruang gerak, perawatan kesehatan, akses ke pendidikan dan internet dan kesepakatan mendapatkan matapencaharian yang diterapkan di Rakhine. Demi menciptakan lingkungan yang kondusif agar masyarakat Rohingya dapat direpatriasi.

"Lebih baik bila pemimpin-pemimpin di kawasan lebih awal memahami kelompok etnik berjumlah besar tanpa negara yang mengalami persekusi dapat membuka gunung berapi bila tidak diperlakukan dengan janji dan tindakan untuk menegakan keadilan," katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler