Ini Perbedaan Ideologi Prof Abdul Mu'ti dan Nadiem Soal Pendidikan Menurut Pakar

Abdul Mu'ti dikenal sebagai tokoh yang mampu menjaga tradisi dan modernitas.

Republika.co.id
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu
Rep: Mgrol153 Red: A.Syalaby Ichsan

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Usai dilantik sebagai Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) pada Senin (21/10/2024), Prof Abdul Mu'ti akan menjadi dirigen sistem pendidikan di Indonesia, khususnya pada level dasar dan menengah.

Baca Juga


Pakar pendidikan dari Universitas Ibn Khaldun, Bogor, Dr Rahmatul Husni mengatakan, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah tersebut memiliki latar belakang yang kuat sebagai aktivis di organisasi keislaman. Ideologi yang direpresentasikan Abdul Mu'ti adalah Islam Wasatiyyah sebuah pendekatan yang menekankan moderasi atau jalan tengah dalam Islam.

Menurut Rahmatul Husni, Abdul Mu'ti telah lama dikenal sebagai tokoh yang mampu menjaga keseimbangan antara tradisi dan modernitas. Islam Wasatiyyah yang diusungnya adalah ideologi yang mendorong integrasi antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan modern. "Beliau mengajarkan bahwa Islam bisa mengadopsi hal-hal baik dari perkembangan global tanpa kehilangan esensinya," ujar Rahmatul.

Hal ini terutama tercermin dalam pandangan Abdul Mu'ti tentang pendidikan, di mana ia mendorong agar siswa tidak hanya dibekali dengan pengetahuan agama yang kuat, tetapi juga keterampilan untuk bersaing di dunia modern. 

Langkah ini dinilai sebagai jawaban terhadap tantangan zaman yang semakin mengglobal. Menurut Rahmatul, Abdul Mu'ti meyakini pendidikan harus mempersiapkan siswa untuk dapat beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan dinamika industri, namun tetap berpegang teguh pada ajaran agama yang kuat. Ini adalah bagian dari upayanya untuk menciptakan generasi yang moderat, cerdas secara intelektual, tetapi juga berakhlak mulia.

Dia membandingkan dengan Nadiem Makarim, menteri pendidikan sebelumnya yang lebih banyak dikenal dengan pendekatan meritokrasi dan pragmatis. Nadiem memperkenalkan konsep Merdeka Belajar, yang menekankan fleksibilitas dalam sistem pendidikan dan fokus pada keterampilan praktis.

"Nadiem Makarim merepresentasikan ideologi meritokrasi yang berbasis pada keterampilan. Pendidikan menurutnya harus adaptif terhadap kebutuhan industri dan dunia kerja," tambah Rahmatul. 

Melalui kebijakan Merdeka Belajar, sekolah dan universitas diberi kebebasan untuk merancang kurikulum yang relevan dengan kebutuhan siswa dan pasar tenaga kerja. Namun, ideologi ini kerap mendapatkan kritik karena dinilai terlalu fokus pada aspek pragmatis tanpa cukup memperhatikan aspek spiritual dan moralitas dalam pendidikan.

"Pendekatan Nadiem mengutamakan kreativitas dan inovasi, tapi beberapa kalangan merasa bahwa hal ini cenderung mengabaikan nilai-nilai adab dan spiritualitas, yang penting dalam pendidikan di Indonesia," jelas Rahmatul.

Dengan latar belakang dan pendekatan yang berbeda dari Nadiem, banyak harapan diletakkan pada Abdul Mu'ti untuk memperkuat aspek spiritual dalam pendidikan, tanpa mengorbankan relevansi modernitas. Rahmatul Husni menyarankan beberapa langkah awal yang perlu diambil Abdul Mu’ti setelah menjabat sebagai Menteri Pendidikan. 

Menurutnya, prioritas pertama yang harus dilakukan adalah Peningkatan Kualitas Guru dan Pengajar Berbasis Sila Pertama Pancasila. "Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, adalah inti dari ideologi pendidikan di Indonesia," Jelasnya.

Penguatan kualitas guru ini diharapkan bisa membantu mereka tidak hanya menyampaikan materi pelajaran, tetapi juga menanamkan nilai-nilai ketuhanan dalam proses belajar-mengajar. Selain itu, Abdul Mu'ti dinilai perlu memperkuat pendidikan berbasis adab, terutama di sekolah-sekolah dan pesantren. 

Rahmatul menegaskan, Prof. Abdul Mu'ti sudah dikenal dengan pendekatan integratif, yang memadukan nilai-nilai agama dan ilmu pengetahuan modern. "Dengan kurikulum berbasis adab ini, diharapkan siswa bisa berkembang menjadi individu yang tidak hanya cerdas secara intelektual tetapi juga memiliki akhlak yang mulia," ujarnya.

Sebagai Menteri Pendidikan, Abdul Mu'ti diharapkan dapat menciptakan kebijakan yang mampu menyeimbangkan antara modernitas dan nilai-nilai tradisional Islam. Kebijakan-kebijakan ini diharapkan dapat memperkuat pendidikan berbasis aqidah (Sila Pertama) dan adab (Sila Kedua), dengan tetap membuka diri pada perkembangan ilmu pengetahuan modern. 

Beberapa program yang diusulkan oleh Rahmatul untuk Abdul Mu’ti antara lain adalah integrasi kurikulum Islam dengan ilmu pengetahuan modern, penguatan pesantren, pelatihan guru yang berbasis Islamic worldview atau sila pertama, serta digitalisasi yang tetap dikendalikan oleh prinsip akidah yang kuat.

"Pendidikan di Indonesia saat ini membutuhkan kebijakan yang visioner namun tetap berakar pada nilai-nilai agama dan Pancasila. Dengan itu, kita bisa menciptakan generasi yang tangguh di tengah perubahan zaman," ujar Rahmatul.

Dengan pendekatan yang mengedepankan moderasi dalam Islam dan integrasi nilai-nilai agama dalam pendidikan modern, banyak yang optimis bahwa Abdul Mu’ti dapat membawa pendidikan Indonesia ke arah yang lebih baik, seimbang antara spiritualitas dan keterampilan praktis yang dibutuhkan.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler