Bagaimana Muslim Memperlakukan Kelompok Disabilitas

Di mata Allah semua manusia adalah sama.

EPA-EFE/ADI WEDA
Bagaimana Muslim Memperlakukan Kelompok Disabilitas. Ilustrasi
Rep: Mabruroh Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Islam mengajarkan Allah menciptakan manusia berbeda-beda. Berbeda warna, berbeda bahasa, berbeda kemampuan, berbeda mental yang dari semua itu menjadikan umat Muslim bekerja sama dan belajar dari satu sama lain.

Baca Juga


Allah berfirman, "Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan kemudian menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal…” (QS. Al Hujarat ayat 13)

Di mata Allah semua manusia adalah sama yang membedakan mereka dengan yang lainnya hanyalah tingkat ketaqwaan mereka kepada Allah. Bagaimana cara meningkatkan ketaqwaan itu adalah dengan cara bagaimana manusia menghadapi setiap cobaan dan ujian yang diberikan Allah.

"Seandainya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu bangsa (satu agama), tetapi (Allah) hendak menguji kamu dengan apa yang telah Dia berikan kepadamu, maka berlomba-lombalah dalam berbuat kebajikan," (QS. Al Maidah ayat 48).

Ujian datang dengan berbagai cara. Beberapa diuji dengan kekayaan mereka, beberapa yang lain diuji dengan pengalaman yang menyakitkan. Beberapa yang lainnya diuji dengan kesehatan dan kondisi fisik mereka, seperti memiliki kecacatan.

Sejarah Islam: Cara Orang Cacat Diperlakukan

Di masa keklalifahan Umar Ibn Al-Khattab, suatu ketika seorang ayah mendatangi khalifah kedua umat Islam itu dan mengeluh. Ia mengatakan putranya seorang laki-laki buta sehingga tidak dapat mencapai masjid untuk sholat berjamaah karena kecacatannya.

Umar kemudian memberinya tempat tinggal di dekat masjid. Kemudian di masa Bani Umayyah, khalifah Umar ibn Abdul Aziz meminta para penguasa provinsi untuk mengirimkan kepadanya nama-nama semua orang yang buta, cacat, atau dengan penyakit kronis yang menghalangi mereka mendirikan sholat.

Ketika mereka mengirimkan nama mereka, khalifah justru memerintahkan agar setiap orang buta harus memiliki seorang karyawan untuk membimbing dan menjaganya. Setiap dua orang yang sakit kronis, mereka yang berkebutuhan khusus dilayani oleh seorang pelayan untuk melayani dan merawatnya.

Khalifah Al-Waleed ibna`Abdul-Malik juga memerintahkan pendirian yayasan khusus untuk merawat orang cacat. Dia memberikan tunjangan rutin kepada orang-orang dengan kebutuhan khusus dan mengatakan kepada mereka untuk tidak mengemis. Dia juga menunjuk karyawan untuk melayani mereka yang cacat dan buta.  

Cacat atau memiliki kekurangan bukanlah hukuman yang diberikan Allah, melainkan sebagai ladang pahala untuk mendorong Muslim menjadi empati dan peduli dengan orang lain dan membantu mereka kapan pun mereka membutuhkan bantuan. Menurut penulis dan praktisi NPL bersertifikat Timea Aya Csanyi, penyandang disabilitas sama seperti orang lain.

Mereka memiliki kelemahan tertentu, tetapi mereka juga memiliki kelebihan. Begitu juga sebaliknya, mereka yang sehat dan sempurna tentu juga memiliki kekurangan.

"Cobalah lebih dekat dengan mereka. Tempat saya bekerja adalah tempat kerja untuk orang dewasa dengan berbagai jenis disabilitas mental seperti down syndrome, autisme, williams syndrome, asphyxia (kekurangan oksigen pada bayi yang baru lahir), dan lain-lain," kata Csanyi, dilansir di About Islam.

Dalam kesempatan tersebut, Csanyi bergabung menjadi sukarelawan di sebuah yayasan yang melatih kemendirian para disabilitas mental. Csanyi membantu menangani klien-klien tersebut yang mungkin merupakan kasus yang lebih sulit, karena ketidakmampuan mereka untuk berbicara atau kemampuan terbatas untuk bekerja secara individu.

Csanyi mengaku nyaman berada di sekitar kelompok disabilitas. Beberapa dari mereka mempertanyakan jilbab yang menutupi kepalanya, beberapa yang lain juga menanyakan pakaian panjangnya, dan sebagian besar yang lain justru tidak pernah menanyakan dan memperhatikan apa yang ia kenakan.

"Itu karena mereka tidak memiliki bias seperti yang cenderung dimiliki orang sehat. Mereka melihat Anda sebagai manusia dan mereka hanya peduli apakah Anda tulus memperhatikan dan mendukung mereka," kata Csanyi.

Sejak menjadi sukarelawan di LSM tersebut, Csanyi sempat mendapatkan beberapa pertanyaan. Beberapa menanyakan, bagaimana bisa mengatasi mereka yang memiliki kekurangan mental dan yang lain menanyakan kondisinya,  apakah tidak tertekan berada di sekitar mereka yang mengidap gangguan mental.

"Jujur saja, tidak sama sekali. Sebaliknya, orang-orang yang tidak bersalah dan biasanya sangat ramah ini (penderita down syndrome) dapat memberi Anda begitu banyak energi, motivasi, dan perasaan positif yang mungkin tidak pernah Anda dapatkan dari orang normal," jelas Csanyi.

"Mereka terus-menerus mengingatkan Anda untuk bersyukur kepada Allah atas nikmat yang telah Dia berikan kepada Anda. Kadang-kadang Anda bahkan mungkin merasa cemburu pada mereka karena mereka sering melihat kehidupan melalui kacamata merah muda, mereka tidak menyadari sisi gelap dunia kita, mereka tidak peduli dengan berita media, tidak berbicara tentang politisi, korupsi, ketidakadilan, dan banyak masalah lain yang kebanyakan orang di abad ke-21 menyibukkan pikiran mereka setiap hari, dan yang terpenting, mereka diberikan Jannah karena kondisi mereka," jelas Csanyi.

Allah berfirman, "Allah memerintahkan kita untuk tidak pernah memandang rendah, mencap, atau mengejek orang lain - seperti penyandang disabilitas - karena mungkin mereka lebih baik dari kita”. (Al Hujurat ayat 11).

 

https://aboutislam.net/family-life/your-society/muslims-look-disability/

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler